Sejarah Perkembangan
Perpustakaan
Pengertian perpustakaan
Perpustakaan
merupakan tempat terkumpulnya bahan pustaka baik tercetak maupun terekam yang
dikelola secara teratur dan sistematis, disamping itu perpustakaan merupakan
salah satu sarana pelestarian bahan pustaka sebagai hasil bidaya dan mempunyai
fungsi sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan
dalam rangka mencerdaskan bangsa dan menunjang pelaksanan pembangunan nasional.
Hal ini tertuangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 45 (ayat 1) yang menyebutkan bahwa
Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan saraana dan
prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
potensi pisik, kecerdasan intelektual, soosial, emosional, dan kejiwaan peserta
didik. Sarana yang dimaksud meliputi perpustakaan, laboratorium,dan sarana lain
untuk menunjang kelancaran proses belajar mengajar,berdasarkan hal tersebut,
guna memberikan layanan secara merata kepada masyarakat untuk memanfaatkan
perpustakan sebagai sumber informasi dan pengetahuan yang berhasil guna dan
berdaya guna.
Perpustakan
harus mempunyai daya tarik baik lokasinya, koleksi dan tega yang profesional.
Perpustakaan secara umum adalah institusi mengumpulkan bahan pustaka dan
pengelola koleksi karya tulis, karya cetak dan/atau karya rekam secara
professional dengan system yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan,
penelitian, pelestarian , informasi dan rekreasi para pemustaka atau tempat
mengumpulkan bahan pustaka baik tercetak maupun terekam yang dikelola secara
teratur dan sistematis untuk didayagunakan oleh Pemustaka.sedangkan yang
dimaksud Perpustakaan Sekolah adalah suatu unit kerja yang berada pada lembaga
pendidikan sekolah, yang merupakan bagian integral dari sekolah dan merupakan
sumber belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan sekolah.
Perpustakaan
menyediakan tempat atau ruang serta sarana untuk kegiatan belajar masyarakat
dan pengguna perpustakaan yang tenang, nyaman, sehingga pengguna betah belajar
di perpustakaan. Dengan demikian dapat mengembangkan minat, kemampuan dan
kebiasaan membaca pada masyarakat pengguna perpustakaan maupun masyarakat luas
pada umumnya.
Pengertian perpustakaan
menurut M. Sabirin Nasutionadalah sebagai berikut:
“Perpustakaan
adalah suatu unit kerja yang bertugas mengumpulkan, menyimpan, memelihara dan
mengelola pememfaatan bahan pustaka,
dengan mempergunakaan sistem tertentu untuk tujuan bacaan ataupun penelitian”.
B. Sejarah Perpustakaan secara Umum
1. Perpustakan Zaman Kuno
Sebenarnya perpustakaan bukan sesuatu hal yang baru, tetapi perpustakaan
telah timbul sejalan dengan sejarah perkembangan sejarah manusia di atas dunia
ini sejak beribu tahun yang lalu.
a)
Asyria, Babylonia, Mesopotamia
Dari hasil penyelidikan yang didapat diketahui bahwa sejak berabad-abad
pepustakaan sudah dipandang sebagai faktor sosial yang penting. Kita kenal
bahwa setiap peradaban manusia di dunia ini mempunyai suatu tradisi atau adat
kebiasan untuk mengumpulkan buku-buku atau bacaan lainnya.
Perpustakaan tertua yang mempunyai peninggalan sejarah yang penting
didirikan dalam abad ke 7 SM. Oleh seorang raja Asyria yang bernama Asurbanipal
(668-633) di kota Niniveh. Bahan-bahan bacaan yang di pergunakan ialah tablet-tablet
tanah liat, yang berisi atau memuat cap, pokok persoalan dan terdapat pula
penunjukan-penunjukan kepada sumber-sumber dan di mana pustaka itu bisa di
temukan dalam perpustakaan.
Asurbanipal adalah raja yang berpendidikan dan menaruh minta yang besar
terhadap perkembangan kesusastraan dan kebudayaan negerinya dengan jalan
memcoba menyumpulkan hasil-hasil sastra Asyria.
b) Mesir, Alexandria
Di Mesir perpustakaan telah lama di kenal orang. Suatu bukti yaitu dengan
adanya sebuah perpustakaan mesir milik Raja Ramses. Perpustakaan kuno yang
sangat termansyur di mesir ialah perpustakaan yang didirikan di Alexandria oleh
raja Ptolemey (ptolemaeus) Soter (322-285 SM) raja pertama dinasti Diadoch.
Perpustakaan ini menjadi sangat besar di bawah para penggantinya Ptolemey
Philadelphus (285-247SM) dan Ptolemey Eurgetes ( 247-221 SM).
Perpustakaan tersebut dibangun Ptolemey dengan maksud mengumpulkan dan
memelihara selengkapnya semua karya kesusastraan Yunani. Betapa perntingnya perpustakaan
di mesir pad waktu itu ditandai dengan diketahuinya beberapa orang yang bekerja
di sana seperti: Zenodotus, Erastothenes, Aristophanes, Aristarchus,
Callimachus dan Apollonius sekitar abad tiga dan dua SM.
Koleksi yang dimiliki pepustakan Alexsandria kira-kira 490000 gulungan
pada masa Callimachus dan kira-kira 700000 gulungan pada masa Caesar yang
sebagian disimpan di Museum istana, yaitu Bruchin sebanyak 4900 rol dan 42000
rol disimpan di Seapium yang merupakan anak perpustakaan.
Bahan perpustakan yang dipergunakan di mesir adalah papyrus, semacam
tumbuh-tumbuhan yang hidup subur di rawa-rawa sepanjang sungai Nil. Perkembang
perpustakaan di Mesir sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan
perpustakaan di Yunani purba, Aristoteleslah (384-422 SM) yang mengajar
raja-raja Mesir untuk mendidikan perpustakaan.
c) Pergamun
Setelah perpustakan di Alexsandria, muncullah perpustakaan di Pergamun
yang didirikan oleh dinasti Attalid. Pada masa pemerintahan dinasti Attalid
kota Pergamun sangat termansur di kota kecil dan di seluruh dunia lama karena
hasil seni dan kebudayaannya. Dengan adanya embargo papyrus dari mesir,
menyebabkan para ahli dan raja di Pergamun berusaha mencari bahan lain,
akhirnya ditemukan bahan yang mutunya lebih baik dari papyrus ialah parchemen
atau parkemen yang dibuat dari kulit binatang.
Seperti halnya di Alexsandria, di pergamunpun didapati orang
katalogus-katalogus serta penyusunnan buku-buku denag teratur. Dari peninggalan
sejarah ditemukan ruang-ruang besar untuk perpustakaan yang dihiasi
patung-patung pengarang terkenal sperti Hoker, Alcaeeus, Herodotos, dan
Timotheus.
d) Yunani (Pra-Hellinisme)
Di Yuanani masa penyair keliling (penipu lara) menuturkan kisahnya dari
kota kekota kepada raja-raja yang berkuasa, kesusastraan yang tertulis belum
ada. Bahkan pada masa perang Persia bukti adanya perpustakaan tidak terdapat.
Aulus Gellias mencatat pada abad ke 3 SM. Bahwa Pisasratus tyran dari pertama
dan menyatakan bahwa perpustakan tersebut dipindahkan ke Persia oleh Xerxes I
(485-465) dan kemudian dikembalikan ke Athena oleh Seleucus I raja dari
kekaisaran Seleucid (306-280).
e) Roma
Perpustakan yang ada di Roma pada waktu itu adalah perpustakan perorangan
yamg sebagian besar terdiri dari hasil rampasan perang dan bisanya mereka
adalah panglima-panglima perang. Yulias Caesar adalah orang pertama-tama
menganjurkan didirikannya perpustakaan umum di Roma. Varro (116-27 SM) memulai
rencana-renacana dan menulis karya-karyanya mengenai perpustakaan, tetapi
perang saudara menghambat pekerjaannya.
Perpustaakan Augustus di candi Apolo di bukit Palatino memamerkan koleksi
Yunani yang di kumpulkan oleh Pompeius yang diawasi oleh Dalmatia. Perpustakan
yang kedua di Porticus Octavianus antara bukit Capitoline dan Tiber di awasi
oleh Gayus Melissus. Bibliotheca Ulpia milik Trajan melukiskan kecendrungan
pendirian perpustakaan-perpustakaan pada serambi candi-candi dan disini ada
pembagian karya-karya Yunani dan Latin, juga patung-patung badan
pengarang-pengarang terkenal menghiasi didinding-dinding perpustakaan.
Perpustakaan umum menjadi ciri khas di kota-kota lama di Italia dan
provinsi-provinsi lainya.
2) Perpustakaan pada Abad Pertengahan
Abad pertengahan di tandai dengan runtuhnya peradaban kebudayaan Romawi
dan timbul serta berkembangnya peradaban dan kebudayaan Nasrani. Para ahli
sejarah tidak memberikan batasan yang tegas bila berakhirnya abad lama dan
mulainya abad pertengahan, hanya dikatakan bahwa masa perubahan terjadi
kira-kira 500 tahun. Orang orang Nasrani di seluruh kerajaan Romawi
(Alexsandria, Caesaria, Yerussalem, carthago) di kumpulkan dalam
gereja-gerajanya tulisan yang bersifat Nasrani. Cara seperti ini kemudian
ditiru di hampir semua perpustakan gereja Nasrani di Eropa.
Di Inggris, Benedico bishop (628-690 M) menanamkan peranan yang penting
dalam pembentukan perpustakaan di tempat-tempat seperti Yort, Canterbury,
Wearmouth, dan Jarrow. Di Prancis, perpustakaan gereja yang tua diperbarui dan
perpustakan-perpustakan baru banyak didirikan di seluruh kerajaan prancis. Di
Jerman, Otto I (936-973) selama masa pemerintahanya selalu di kelilingi oleh
buasnya para cerdik-cendikiawan yang pengarungnya dapat dirasakan dalam
gereja-gereja Jerman. Sedangkan Perpustakaan biara mencapai puncaknya pada abad
ke 10 dan 11.
Ciri-ciri Perpustakaan Abad Pertengahan
1. Stock Buku
a. Menerima manuskrip keagaman dari gerejanya.
b. Menerima hadiah dari pendeta-pendeta baru
c. Menerima sumbangan dari siswa-siswa yang belajar disana.
d. Berupa peninggalan dari pendeta yang sudah meninggal dunia
e. Tukar menukar manuskrip diantara lembaga-lembaga keagamaan
f. Melalui pembelian
2. Penyusunan Koleksi
Biasanya digolong-golongkan berdasarkan pokok soal:
a. Golongan kitap-kitap suci (bibilia sacra atau di vina)
b. Karya-karya pendeta
c. Karya-karya keagamaan lainya
3. Peminjaman
Peminjaman buku seringkali dilakukan dengan aturan yang sangat keras yang
dikerjakan oleh librarius yang menyimpan daftar buku yang dipinjam. Misalnya
suatu transaksi peminjaman buku-buku di sebuah Ecole de Medicine di paris.
3.
Zaman Renaisance
Zaman renaissance abad ke 12 ditandai dengan timbulnya kembali perhatian
untuk menyelidiki kebudayaan Yunani dengan pembahasan kembali ilmu-ilmu
pengetahuan dalam bahasa latin.
Di Prancis dari abab 11 smpai abad 13, Char, Paris dan Orlean menjadi
pusat-pusat perkembangan intelek. Abad ke 13 yang disebub juga abad scholastic,
maka buku-buku pelajaran diproduksi secara besar-besaran. Pertumbuhan
renaissance di percepat lagi dengan di temukannya alat cetak-mencetak oleh
Johan Gutemberg dari jerman abad 15.
Italia menjadi pusat Negara Barat dalam dunia buku. Roma, Florence dan
Naples menjadi pusat perpustakaan. Di Florence, Cosimo d Medici (1489-1464)
mendirikan perpustakan-perpustakaan medici yang besar.
C. Sejarah
Perpustakaan di Indonesia
Sejarah perpustakaan di Indonesia
tergolong masih muda jika dibandingkan dengan negara Eropa dan Arab. Jika kita
mengambil pendapat bahwa sejarah perpustakaan ditandai dengan dikenalnya
tulisan, maka sejarah perpustakaan di Indonesia dapat dimulai pada tahun 400-an
yaitu saat lingga batu dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan
Kutai. Musafir Fa-Hsien dari tahun 414M menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti,
yang sebenarnya kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang
tentunya memerlukan buku atau manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di
kediaman pendeta.
Pada sekitar tahun 695 M,, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biasa.Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram. Hal ini karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai karya sastra. Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian sembilan parwasari cerita Mahabharata dan satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul dua kitab keagamaan yaitu Brahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal adalah Arjuna Wiwaha yang digubah oleh Mpu Kanwa. Dari uraian tersebut nyatabahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman Kerajaan Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitam resnayana. Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas dan tetap berada dalam lingkungan keraton.
Periode berikutnya adalah Kerajaan Singosari. Pada periode ini tidak dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton yang terkenal itu diduga ditulis setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada jaman Majapahit dihasilkan dihasilkan buku Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Sedangkan Mpu Tantular menulis buku Sutasoma.
Pada Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya, jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi, Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa. Dari Cerebon diketahui dihasilkan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17. . Perpustakaan mulai didirikan mula-mula ntuk tujuan menunjang program penyebaran agama mereka. Berdasarkan sumber sekunder perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini adalah pada masa VOC (Vereenigde OostJurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 160 Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (kini Jakarta) yang dibangun sejak 1624. pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal perluasan jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar perpustakaan atau interlibrary loan).
Lebih dari seratus tahun kemudian berdiri perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Bersamaan dengan berdirinya lembaga tersebut berdiri pula perpustakaan lembaga BGKW. Pendirian perpustakaan lembaga BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M. Rademaker, ketua Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai pengumpulan buku dan manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini kemudian mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia.
Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi Museum Pusat. Koleksi perpustakaannya menjadi bagian dari Museum Pusat dan dikenal dengan Perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian berubah lagi menjadi Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan Perpustakaan Museum Nasional. Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional dilebur ke Pusat Pembinaan Perpustakaan. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989 ketika Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Perkembangan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia dimulai pada awal tahun 1920an. Mengikuti berdirinya sekolah tinggi, misalnya seperti Geneeskunde Hoogeschool di Batavia (1927) dan kemudian juga di Surabaya dengan STOVIA; Technische Hoogescholl di Bandung (1920), Fakultait van Landbouwwentenschap (er Wijsgebeerte Bitenzorg, 1941), Rechtshoogeschool di Batavia (1924), dan Fakulteit van Letterkunde di Batavia (1940). Setiap sekolah tinggi atau fakultas itu mempunyai perpustakaan yang terpisah satu sama lain.
Di samping perpustakaan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, sebenarnya tercatat juga perpustakaan yang didirikan oleh orang Indonesia. Pihak Keraton Mangkunegoro mendirikan perpustakaan keraton sedangkan keraton Yogyakarta mendirikan Radyo Pustoko. Sebagian besar koleksinya adalah naskah kuno. Koleksi perpustakaan ini tidak dipinjamkan, namun boleh dibaca di tempat. Pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada perkembangan perpustakaan yang berarti. Jepang hanya mengamankan beberapa gedung penting, di antaranya Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen. Selama pendudukan Jepang openbareleeszalen ditutup. Volkbibliotheek dijarah oleh rakyat dan lenyap dari permukaan bumi. Karena pengamanan yang kuat pada gedung Bataviaasch Genootschap van Kunten Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 162 Weetenschappen, maka koleksi perpustakaan ini dapat dipertahankan, dan merupakan cikal bakal dari Perpustakaan Nasional.
Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin dapat dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru. Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiriperpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan koleksi yang menitikberatkan kepada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Indonesia. Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele Samenwerking, suatu badan kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan pemerintah Negeri Belanda, diserahkan kepada pemerintah RI. Kemudian oleh Pemerintah RI diubah menjadi Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial Departemen P & K.
Dalam rangka usaha melakukan pemberantasan buta huruf di seluruh pelosok tanah air, telah didirikan Perpustakaan Rakyat yang bertugas membantu usaha Jawatan Pendidikan Masyarakat melakukan usaha pemberantasan buta huruf tersebut. Pada periode ini juga lahir Perpustakaan Negara yang berfungsi sebagaiperpustakaan umum dan didirikan di ibukota provinsi. Perpustakaan Negara yang pertama didirikan di Yogyakarta pada tahun 1949, kemudian disusul Ambon (1952); Bandung (1953); Ujung Pandang (Makassar) (1954); Padang (1956); Palembang (1957); Jakarta (1958); Palangkaraya, Singaraja, Mataram, Medan, Pekanbaru dan Surabaya (1959). Setelah itu menyusul kemudian Perpustakaan Nagara di Banjarmasin (1960); Manado (1961); Kupang dan Samarinda (1964). Perpustakaan Negara ini dikembangkan secara lintas instansional oleh tiga instansi, yaitu Biro Perpustakaan Departemen P & K yang membina secara teknis, Perwakilan Departemen P & K yang membina secara administratif, dan pemerintah daerah tingkat provinsi yang memberikan fasilitas.
Pada sekitar tahun 695 M,, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biasa.Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram. Hal ini karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai karya sastra. Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian sembilan parwasari cerita Mahabharata dan satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul dua kitab keagamaan yaitu Brahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal adalah Arjuna Wiwaha yang digubah oleh Mpu Kanwa. Dari uraian tersebut nyatabahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman Kerajaan Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitam resnayana. Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas dan tetap berada dalam lingkungan keraton.
Periode berikutnya adalah Kerajaan Singosari. Pada periode ini tidak dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton yang terkenal itu diduga ditulis setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada jaman Majapahit dihasilkan dihasilkan buku Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Sedangkan Mpu Tantular menulis buku Sutasoma.
Pada Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya, jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi, Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa. Dari Cerebon diketahui dihasilkan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17. . Perpustakaan mulai didirikan mula-mula ntuk tujuan menunjang program penyebaran agama mereka. Berdasarkan sumber sekunder perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini adalah pada masa VOC (Vereenigde OostJurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 160 Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (kini Jakarta) yang dibangun sejak 1624. pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal perluasan jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar perpustakaan atau interlibrary loan).
Lebih dari seratus tahun kemudian berdiri perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Bersamaan dengan berdirinya lembaga tersebut berdiri pula perpustakaan lembaga BGKW. Pendirian perpustakaan lembaga BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M. Rademaker, ketua Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai pengumpulan buku dan manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini kemudian mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia.
Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi Museum Pusat. Koleksi perpustakaannya menjadi bagian dari Museum Pusat dan dikenal dengan Perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian berubah lagi menjadi Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan Perpustakaan Museum Nasional. Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional dilebur ke Pusat Pembinaan Perpustakaan. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989 ketika Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Perkembangan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia dimulai pada awal tahun 1920an. Mengikuti berdirinya sekolah tinggi, misalnya seperti Geneeskunde Hoogeschool di Batavia (1927) dan kemudian juga di Surabaya dengan STOVIA; Technische Hoogescholl di Bandung (1920), Fakultait van Landbouwwentenschap (er Wijsgebeerte Bitenzorg, 1941), Rechtshoogeschool di Batavia (1924), dan Fakulteit van Letterkunde di Batavia (1940). Setiap sekolah tinggi atau fakultas itu mempunyai perpustakaan yang terpisah satu sama lain.
Di samping perpustakaan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, sebenarnya tercatat juga perpustakaan yang didirikan oleh orang Indonesia. Pihak Keraton Mangkunegoro mendirikan perpustakaan keraton sedangkan keraton Yogyakarta mendirikan Radyo Pustoko. Sebagian besar koleksinya adalah naskah kuno. Koleksi perpustakaan ini tidak dipinjamkan, namun boleh dibaca di tempat. Pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada perkembangan perpustakaan yang berarti. Jepang hanya mengamankan beberapa gedung penting, di antaranya Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen. Selama pendudukan Jepang openbareleeszalen ditutup. Volkbibliotheek dijarah oleh rakyat dan lenyap dari permukaan bumi. Karena pengamanan yang kuat pada gedung Bataviaasch Genootschap van Kunten Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 162 Weetenschappen, maka koleksi perpustakaan ini dapat dipertahankan, dan merupakan cikal bakal dari Perpustakaan Nasional.
Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin dapat dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru. Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiriperpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan koleksi yang menitikberatkan kepada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Indonesia. Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele Samenwerking, suatu badan kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan pemerintah Negeri Belanda, diserahkan kepada pemerintah RI. Kemudian oleh Pemerintah RI diubah menjadi Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial Departemen P & K.
Dalam rangka usaha melakukan pemberantasan buta huruf di seluruh pelosok tanah air, telah didirikan Perpustakaan Rakyat yang bertugas membantu usaha Jawatan Pendidikan Masyarakat melakukan usaha pemberantasan buta huruf tersebut. Pada periode ini juga lahir Perpustakaan Negara yang berfungsi sebagaiperpustakaan umum dan didirikan di ibukota provinsi. Perpustakaan Negara yang pertama didirikan di Yogyakarta pada tahun 1949, kemudian disusul Ambon (1952); Bandung (1953); Ujung Pandang (Makassar) (1954); Padang (1956); Palembang (1957); Jakarta (1958); Palangkaraya, Singaraja, Mataram, Medan, Pekanbaru dan Surabaya (1959). Setelah itu menyusul kemudian Perpustakaan Nagara di Banjarmasin (1960); Manado (1961); Kupang dan Samarinda (1964). Perpustakaan Negara ini dikembangkan secara lintas instansional oleh tiga instansi, yaitu Biro Perpustakaan Departemen P & K yang membina secara teknis, Perwakilan Departemen P & K yang membina secara administratif, dan pemerintah daerah tingkat provinsi yang memberikan fasilitas.
Berikut
adalah sejarah perpustakaan Indonesia seperti yang dikutip anneahira.com
1) Masa
kerajaan
Sebenarnya tidak ada bukti atau catatan khusus mengenai perpustakaan di zaman kerajaan kuno. Namun banyak yang berasumsi bahwa di masa kerajaan telah terdapat semacam tempat untuk menyimpan dan mengoleksi buku, catatan, atau apapun yang dianggap sebagai informasi pada zaman tersebut.
Sebenarnya tidak ada bukti atau catatan khusus mengenai perpustakaan di zaman kerajaan kuno. Namun banyak yang berasumsi bahwa di masa kerajaan telah terdapat semacam tempat untuk menyimpan dan mengoleksi buku, catatan, atau apapun yang dianggap sebagai informasi pada zaman tersebut.
2) Masa
Hindia-Belanda
Di zaman ini mulai muncul perpustakaan-perpustakaan di Indonesia. Contohnya adalah sebagai berikut:
a) Perpustakaan di gereja yang ada di Batavia (1624), diduga adalah perpustakaan tertua yang tercatat di sejarah Indonesia.
b) Perpustakaan Batavia (sekarang Museum Nasional RI) yang berdiri tahun 1778.
c) Perpustakaan di sekolah-sekolah, misalnya di Stovia.
d) Perpustakaan di Kraton Mangkunegoro yang menyediakan naskah atau catatan kuno dan hanya bisa dibaca di tempat (tidak boleh dipinjam)
Di zaman ini mulai muncul perpustakaan-perpustakaan di Indonesia. Contohnya adalah sebagai berikut:
a) Perpustakaan di gereja yang ada di Batavia (1624), diduga adalah perpustakaan tertua yang tercatat di sejarah Indonesia.
b) Perpustakaan Batavia (sekarang Museum Nasional RI) yang berdiri tahun 1778.
c) Perpustakaan di sekolah-sekolah, misalnya di Stovia.
d) Perpustakaan di Kraton Mangkunegoro yang menyediakan naskah atau catatan kuno dan hanya bisa dibaca di tempat (tidak boleh dipinjam)
3) Masa penjajahan Jepang
Di zaman ini, hampir seluruh perpustakaan yang ada di Indonesia ditutup olehJepang, baik perpustakaan umum maupun perpustakaan yang ada di sekolah-sekolah.
Di zaman ini, hampir seluruh perpustakaan yang ada di Indonesia ditutup olehJepang, baik perpustakaan umum maupun perpustakaan yang ada di sekolah-sekolah.
4) Masa kemerdekaan-sekarang
Pemerintah Indonesia mendirikan berbagai perpustakaan, termasuk taman baca
Pemerintah Indonesia mendirikan berbagai perpustakaan, termasuk taman baca
yang dimaksudkan untuk
mencerdaskan rakyat Indonesia.
0 Response to "SEJARAH PERKEMBANGAN PERPUSTAKAAN"
Post a Comment
Jika bermanfaat, Silahkan Tinggalkan Komentarnya :)