MAKALAH
PENGANTAR PENGEMBANGAN KURIKULUM
“MODEL – MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM”
Disusun Oleh Kelompok 4 :
KURIKULUM TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
KATA PENGANTAR
Puji
Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Penyusunan
tugas ini bertujuan untuk memenuhi tugas dan kewajiban kami sebagai mahasiswa
serta agar mahasiswa yang lain dapat melakukan kegiatan seperti yang kami
lakukan. Dalam tugas ini kami akan membahas mengenai “Pengembangan Kurikulum”.
Dengan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah mendukung kami terutama kepada dosen mata
kuliah Pengembangan dan Telaah Kurikulum Sekolah selaku pembimbing
kami.
Tiada
gading yang tak retak, demikian pepatah mengatakan. Kami sadari tugas ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun sehingga kami dapat memperbaiki kesalahan
kami.
Akhir
kata kami ucapkan terima kasih. Semoga tugas ini bermanfaat dan berguna bagi
kita semua.
Padang, 09 Maret 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
....................................................................................... i
Daftar isi
.................................................................................................
ii
BAB I Pendahuluan
- Latar Belakang ........................................................................... 1
- Rumusan Masalah ...................................................................... 2
- Tujuan Pembahasan .................................................................... 2
BAB II Pembahasan
A.
Pengertian model-model
pengembangan kurikulum .................. 3
B.
Model yang
dipergunakan dalam pengembangan kurikulum .....4
BAB III Penutup
- Kesimpulan ................................................................................. 34
- Saran ........................................................................................... 35
Daftar Pustaka
........................................................................................ 36
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang
merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah.
Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana
pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang
dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga maupun masyarakat. Banyak model
yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan
kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi
juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan mana yang digunakan. Model
pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya
sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam
kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik,
teknologis dan rekonstruksi sosial.
Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah
abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam
bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model
bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang
dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan
rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk
mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk
mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan
pengelolaan. Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang
dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara
mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah
sebagai berikut:
a.
Model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku
dan interaksi manusia
b. Model
dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian
c.
Model dapat menyederhanakan suatu proses
yang bersifat kompleks
d. Model
dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.
B.
Rumusan
Masalah
Dari uraian latar belakang di atas pemakalah ingin
memperjelas dengan rumusan dan batasan masalah sebagai berikut:
1. Apa
pengertian model-model pengembangan kurikulum ?
2. Ada berapa
model yang dipergunakan dalam pengembangan kurikulum ?
C.
Tujuan
Pembahasan
1. Menjelaskan
pengertian model pengembangan kurikulum.
2. Menjelaskan
berbagai jenis model pengembangan kurikulum.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian model-model pengembangan kurikulum
Model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi
peristiwa kompleks atau sistem, , matematis, grafis, serta lambang-lambang
lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas
yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan
dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk
mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk
mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan
pengelolaan.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan
kurikulum, pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan
atas kelebihan dan kebaikan-kebaikanya serta kemungkinan tercapainya hasil yang
optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem
pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan
pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan desentralisasi. Model
pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan
kurikulum humanistik, teknologis dan rekontruksi sosial.
Sekurang – kurangnya dikenal ada delapan model
pengembangan kurikulum, yaitu : the administrative ( line staff ) model, the
grass roots model, beauchamp’s system, Taba’s inverted model, the demonstration
model, Roger’s interpersonal relations model, the systematic action research
model dan emerging technical model.
B.
Model yang dipergunakan dalam
pengembangan kurikulum
a.
The
Administrative Model
Model administratife atau garis – komando ( line –
Staff ) merupakan pola pengembangan kurikulum yang paling awal dan mungkin yang
paling dikenal. Diberi nama model administrative atau line – staff karena
inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan
dan mengunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya,
administrator pendidikan ( apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah
pendidikan dan kebudayaan ) membentuk suatu komisi atau tim pengarah
pengembangan kurikulum. Anggota – anggota komisi atau tim ini terdiri atas, pejabatan dibawahnya, para ahli pendidikan/kurikulum,
ahli disiplin ilmu dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas dari
tim atau komisi ini adalah meruuskan konsep – konsep dasar, landasan –
landasan, kebijakan dan strategi utama dalam mengembangkan kurikulum. Setelah
hal – hal mendasar ini terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang seksama,
administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum.
Para anggota tim atau komisi ini terdirai atas para ahli pendidikan/kurikulum,
ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, guru – guru bidang studi yang senior.
Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun
kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, yang dijabarkan dari
konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih
operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens
bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun
pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi para guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembangan kurikulum tersebut selesai,
hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwewenang
atau pejabat yang kompeten. Setelah mendapat beberapa penyempurnaan, dan
dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta
memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena
sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum demikian disebut
juga model “top down” atau “line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas,
tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaanya,
terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunujuk-petunjuk dan
penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Kebutuhan
akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama
tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring pengamatan dan
pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaanya. Setelah berjalan beberapa saat
perlu juga dilakukan evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponenya
prosedur pelaksanaan maupun keberhasilanya. Penilaian menyeluruh dapat
dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah. Sedang penilaian
persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan
umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah maupun
sekolah.
Model pengembangan kurikulum ini berdasarkan pada
cara kerja atasan – bawahan ( top – down ) yang dipandang efektif dalam
pelaksanaan perubahan kurikulum.
Model administrasi/garis komando memiliki
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Administrator
Pedidikan/Top Administrative Officers ( pemimpin ) membentuk komisi pengarah.
2. Komisi
Pengarah ( Steering Comittee ) bertugas merumuskan rencana umum, mengembangkan
prinsip – prinsip sebagai pedoman, dan menyaipkan suatu pernyataan filosofi dan
tujuan-tujuan untuk seluruh wilayah sekolah.
3. Membentuk
komisi kerja pengembangan kurikilum yang bertugas mengembangkan kurikulum
secara operasional mencakup keseluruh komponen kurikulum dengan
mempertimbangkan landasan dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
4. Komisi
pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan
bagian-bagian tertentu bila dianggap tidak perlu. Karena pengembangan kurikulum
model administratif ini berdasarkan konsep, inisiatif, dan arahan dari atas
kebawah, maka akan membutuhkan waktu bertahun-tahun agar dapat berjalan dengan
baik. Hal inidisebabkan adanya tunututan untuk mempersiapkan para pelaksana
kurikulum tersebut.
Dari uraian mengenai model pengembangan kurikulum
administratifm kita dapat menandai adanya dua kegiatan didalamnya:
a. Menyiapkan
seperangkat dokumen kurikulum baru, dan
b. Menyiapkan
instalasi dan implementasi dokumen.
Dengan kata lain, model administratif/garis-komando
membutuhkan kegiatan pemyiapan para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk
pelatihan agar dapat melaksanakan kurkulum dengan baik.
Model administratif diistilahkan juga model garis staf
atau top down, dari atas ke bawah.
(Prof. Drs H. Dakir)
Pengembangan kurikulum dilaksanakan sebagai berikut
:
a. Atasan
membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras yang berwenang ( pengawas
pendidikan, Kepsek, dan pengajar inti ).
b. Tim
merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah yang diikuti.
c. Dibentuk
beberapa kelempok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum
dan staf pengajar yang bertugas untuk merumuskan tujuan khusus, GBPP, dan
kegitan belajar.
d. Hasil
kerja dari butir 3 direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil dari try out.
Setelah
try out yang dilakukan oleh beberapa kepala sekolah,
dan telah direvisi seperlunya baru kurikulum tersebut diimplementasikan.
b.
The
Grass Roots Model
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model
pertama. Bisa dikatakan model administratif bersifat top-down (atasan-bawahan),
sedangkan model grass – roots adalah bottom – up (dari bawah keatas). Inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan
dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi,
sedangkan Grass Roots Model akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat
desentralisasi. Dalam model pengembangan Grass Roots seorang guru, sekelompok
guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan
kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan
dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi atau seluruh
bidang studi dan keseluruhan komponen kurikulum. Apabil kondisinya telah
memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, vasilitas, biaya maupun
bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kerikulum Grass Roots Model akan lebih
baik. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana,
pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling
tahu kebutuhan kelasnya, oleh karna itu dialah yang paling berkompeten menyusun
kurikulum bagi kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembang
kurikulum yang deikemukakan oleh smith, stanley dan shores (1957:429) dalam
pengembangan kurikulum karangan Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata.
Pengembangan kurikulum yg bersifat Grass Roots Model
mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu tetapi
mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau
keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum
yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya, memungkinkan
terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada
giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
Langkah – langkahnya :
a. Inisiatif
pengembangan dari bawah (para pelajar).
b. Tim
pengajar dari beberapa sekolah ditambah nara sumber lain dari orang tua peserta
didik atau masyarakat luas yang relevan.
c. Pihak
atasan memberikan bimbingan dan dorongan.
d. Untuk
pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintisnya diadakan lokakarya untuk
mencari input yang diperlukan.
Diberi nama Grass roots karena inisiatif dan gagasan
pengembangan kurikulum datang dari seorang guru sekelompok guru atau
keseluruhan guru di suatu sekolah. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa
guru adalah : Perencana, pelaksana, penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
Dari beberapa kajian di atas, maka dapat ditemukan ciri-ciri dari grass roots
model yaitu :
1. Guru
memiliki kemampuan yang professional.
2. Keterlibatan
langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan dan penentuan evaluasi.
3. Muncul
konsensus tujuan, prinsip – prinsip maupun rencana – rencana diantara para
guru.
4. Bersifat
desentralisasi dan demokratis.
Sejarah Grass Roots
Dilihat dari cakupan pengembangannya ada dua pendekatan
yang dapat diterapkan. Pertama, pendekatan top down atau pendekatan
administrative, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah; dan
kedua adalah pendekatan grass root, atau pengembangan kurikulum yang diawali
oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau skala yang
lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari
bawah ke atas.
Kalau pada pendekatan administratif inisiatif
pengembangan kurikulum berasal dari para pemegang kebijakan kemudian turun ke
stafnya atau dari atas ke bawah, maka dalam model grass roots, inisiatif
pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai
implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya
pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh
karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam
penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang
terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum
construction).
Dalam kondisi yang bagaimana kiri-kira guru dapat
berinisiatif memperbarui dan atau menyempurnakan kurikulum dengan pendekatan
semacam ini ? Ya, minimal ada syarat sebagai kondisi yang memungkinkan
pendekatan grass roots dapat berlangsung. Pertama, manakala kurikulum itu
benar-benar bersifat lentur sehingga memberikan kesempatan kepada setiap guru
secara lebih terbuka untuk memperbarui atau menyempurnakan kurikulum yang
sedang diberlakukan. Kurikulum yang bersifat kaku, yang hanya mengandung
petunjuk dan persyaratan teknis sangat sulit dilakukan pengembangannya dengan
pendekatan ini.
Kedua, pendekatan grass roots
hanya mungkin terjadi manakala guru memiliki sikap professional yang tinggi
disertai kemampuan yang memadai. Sikap professional itu biasanya ditandai
dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dalam upaya untuk
meningkatkan kinerjanya. Seorang professional itu akan selalu berusaha menambah
pengetahuan dan wawasannya dengan menggali sumber-sumber pengetahuan. Ia juga
akan selalu mencoba dan mencoba untuk mencapai kesempurnaan. Ia tidak akan puas
dengan hasil yang minimal. Ia akan bisa tenang manakala hasil kinerjanya sesuai
dengan target maksimalnya. Dalam kondisi yang demikianlah grass roots akan terjadi.
Kemudian bagaimana dengan kenyataan di Indonesia ?
banyakkah guru-guru yang mempunyai kemauan dan kemampuan seperti ini ? Baiklah
sekarang jangan terlalu hiraukan keadaan itu secara berlebihan, yang terpenting
adalah kita harus mulai memahami bagaimana pelaksanaan pendekatan grass roots
ini dilakukan. Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat kita
lakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah. Pendekatan grass roots
biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya
dirasakan ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan
evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa
sehingga kita merasa terganggu, dan lain sebaginya. Pemahaman dan kesadaran
guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya
kesadaran masalah tidak mungkin grass roots dapat berlangsung. Kedua,
mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita
berusaha mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan
mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil
penelitian yang relevan dengan latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut,
akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan
siswa memperoleh pengalaman belajar.
Ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar
siswa. Pertama, pengalaman siswa harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Setiap tujuan akan menentukan pengalaman pembelajaran.
Kedua, setiap penglaman belajar harus memuaskan siswa.
Ketiga, Setiap rancangan pengalaman siswa belajar
sebaiknya melibatkan siswa. Keempat, mungkin dalam satu penglaman belajar dapat
mencapai tujuan yang berbeda. Terdapat beberapa bentuk pengalaman belajar yang
dapat dikembangkan, misalkan pengalaman belajar untuk mengembangkan kemampuan
berpikir siswa, pengalaman belajar untuk membantu siswa dalam mengumpulkan
sejumlah informasi, pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan sikap
sosial, dan pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan minat.
Untuk
lebih merinci, penulis akan mengulas kembali secara rinci, bahwa inisiatif dan
upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. Diberi nama Grass roots karena inisiatif dan gagasan
pengembangan kurikulum datang dari seorang guru sekelompok guru atau
keseluruhan guru di suatu sekolah. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa
guru adalah : Perencana, pelaksana, penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
c.
Beauchamp’s
Model
Pengembangan
kurikulum dengan menggunakan metode beauchamp memiliki lima memiliki lima
bagian pembuat keputusan. Lima tahap tersebut adalah:
1. Menetapkan
arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah
suatu sekolah, kecamatan, kabupaten atau seluruh negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang
dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalanm pengembangan kurikulum, serta oleh
tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala
kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena
pengembangan kurikulum hanya mencakup suatu daerah akabuapten saja sebagai
pilot proyek.
2. Menetapkan
personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan
kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam
pengembangan kurikulum yaitu:
·
Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada
pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar,
·
Para ahli pendidikan dari perguruan
tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih,
·
Para profesional dalam sistem
pendidikan.
·
Profesioanal lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin, yang
biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum,
dibanding dengan tokoh lain seperti; para penulis dan
penerbit buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta
industriwan. Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat
dan luas wilayah dan arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu
banyak melibatkan guru-guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau
sekolah keterlibatan guru semakin besar.
3. Organisasi
dan prosedur pengembangn kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang
harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus,
memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam
menentukan keseluruhan desain kurikulum. Keseluruhan prosedur itu selanjutnya
dapat dibagi dalam lima langkah:
- Membentuk tim pengembang kurikulum
- Melakukan penilaian terhadap kurikulum yang sedang berjalan
- Melakukan studi atau penjajakan tentang penentuan kurikulum baru
- Merumuskan kriteria dan alternatif pengembangan kurikulum
- Menyusun dan menulis kurikulum yang dikehendaki
- Implementasi kurikulum, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum seperti yang sudah diputuskan dalam ruang lingkup pengembangan kurikulum. Pada tahap ini perlu dipersiapkan secara matang berbagai hal yang dapat berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap efektivitas penggunaan kurikulum, seperti pemahaman guru tentang kurikulum itu, sarana atau fasilitas yang tersedia, manajemen sekolah, dan lain sebagainya. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administratorsetempat.
Lebih jauh lagi
mengemukakan lima langkah di dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu :
a.
Menetapkan arena
atau lingkup wilayah yang akan dicakup kurikulum, apakah suatu sekolah,
kecamatan, kabupaten propinsi atau bahkan seluruh negara. Penetapan wilayah ditentukan oleh pihak yang memiliki
wewenang pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh
tujuan pengembangan kurikulum.
b.
Menetapkan personalia yang akan turut
serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang
dapat dilibatkan yaitu : Model Pengembangan Kurikulum
·
Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada
pada pusat pengembangan kuruikulum/pendidikan dan para ahli bidang ilmu dari
luar;
·
Para ahli pendidikan dari perguruan
tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih;
·
Para profesional dalam sistem pendidikan;
dan
·
Profesional lain dan tokoh masyarakat.
c.
Organisasi dan prosedur pengembangan
yaitu berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan
umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi dan dalam menentukan desain
kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu
:
·
Membentuk tim pengembang kurikulum;
·
Mengadakan evaluasi atau penelitian
terhadap kurikulum yang berlaku;
·
Studi penjajagan kemungkinan penyusunan
kurikulum baru;
·
Merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan
kurikulum baru; dan
·
Penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
Implementasi kurikulum
merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang
sesungguhnya bukanlah hal sederhana, sebab membutuhkan kesiapan menyeluruh,
baik guru, peserta didik, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan
manajerial dan pimpinan sekolah atau administrator setempat.
5. Evaluasi kurikulum, pada langkah ini minimal
mencakup empat hal yaitu:
·
evaluasi tentang
pelaksanaan kurikulum oleh guru;
·
evaluasi desain;
·
evaluasi hasil belajar peserta didik; dan
·
evaluasi dari
keseluruhan sistem kurikulum.
d. Taba’s
Invorted Model
Kurikulum
menurut Hilda Taba adalah:
“
a curriculum is a plan for learning, therefore what is know about the learning
process and the development of individual has bearing on the shaping of the
curriculum”. kurikulum adalah suatu
rencana belajar, oleh karena itu, konsep-konsep tentang belajar dan
perkembangan individu dapat mewarnai bentuk-bentuk kurikulum.
Kurikulum tidak hanya terletak pada
pelaksanaanya, tetapi pada keluasan cakupannya, terutama pada isi, metode dan
tujuannya, terutama tujuan jangka panjang, karena justeru kurikulum terletak
pada tujuannya yang umum dan jangka panjang itu, sedangkan imlementasinya yang
sempit termasuk pada pengajaran, yang keduanya harus kontinue. Kurikulum
merupakan pernyataan tentang tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat umum dan
khusus dan materinya dipilih dan diorganisasikan berdasarkan suatu pola
tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar. Hilda Taba berpendapat bahwa
pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak
agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakatnya.
Pengembang kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang dimulai dari
langkah penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan dasar, merumuskan desain kurikulum,
menyusun unit-unit kurikulum, dan mengimplementasikan kurikulum didalam kelas. Perekayasaan kurikulum secara tradisional
dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih. Panitia ini bertugas:
- Mempelajari daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan kesepakatan fundasional.
- Merumuskan Desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan yang telah dirumuskan.
- Mengkonstruksi unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain.
- Melaksanakan kurikulum pada tingkat atas.
Hilda
Taba tidak sependapat dengan langkah tersebut. Alasannya, pengembangan
kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pambaruan kurikulum. Oleh
karena itu, menurut Hilda Taba, sebaiknya kurikulum dikembangkan secara
terbalik (inverted) yaitu dengan pendekatan induktif. Taba percaya bahwa
esensial proses deduktif ini cenderung untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan
inovasi kreatif, sebab membatasi kemungkinan mengeksperimentasikan
konsep-konsep baru kurikulum. Taba menyatakan bahwa :
1.
Bila perubahan nilai dari mendesain
ulang kerangka yang menyeluruh maka sebelumnya harus ditetapkan lebih dahulu
suatu pola yang akan dipelajari dan diuji.
2.
Panitia penyusunan kurikulum yang
tradisional itu dapat mendukung rencana-rencana kurikulum yang bermanfaat,
bagian dari desain itu sendiri hanya atas dasar logika bukan empirik.
3.
Karena mereka tidak melakukan pengujian
secara empirik, kurikulum yang dihasilkan cenderung merupakan skema / sket
bagan yang sangat umum dan abstrak dan sedikit membantu untuk melaksanakan
praktek instruksional.
Ketiga
masalah tersebut menunjukkan efesiensi perekayasaan kurikulum yang tradisional
dan kesenjangan antara teori dan praktek. Suatu contoh adanya disfungsi dalam
teori praktek terdapat pada core kurikulum yang dirancang untuk mengajukan
Integrasi isi / materi, Hubungan dengan kebutuhan siswa. Jalannya praktek
core tersebut umumnya hanya merupakan reorganisasi administratif, block of time
mata ajaran-mata ajaran yang terpisah-pisah, dan dimana masalah-masalah
kehidupan terisolasi dari materi (content) yang valid. Bentuk core yang
dilaksanakan berdasarkan rekayasa deduktif menghasilkan pemisahan teori dan
praktek. Taba mengajukan pandangan yang berlawanan dengan urutan tradisional
dengan mengembangkan inverted model, yakni langkah awal dimulai dari
perencanaan unit-unit mengajar-belajar yang spesifik oleh para guru, bukan
diawali dengan desain kerangka (framework) yang umum.
Unit-unit
tersebut diuji / dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada gilirannya digunakan
sebagai dasar empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh (overall design).
Keuntungan
digunakannya inverted sequence ini ialah :
1.
Membantu untuk menjembatani kesenjangan
antara teori dan praktek karena produksi unit-unit tadi mengkombinasikan
kemampuan teoritik dan pengalaman praktis.
2.
Kurikulum yang terdiri dari unit-unit
mengajar-belajar yang disiapkan oleh guru-guru lebih mudah diintroduser ke
sekolah, berarti lebih mudah dimengerti dibandingkan dengan kurikulum yang umum
dan abstrak yang dihasilkan oleh urutan tradisional.
3.
Kurikulum yang terdiri dari kerangka
umum dan unit-unit belajar-mengajar lebih berpengaruh terhadap praktek kelas
dibandingkan dengan kurikulum yang ada.
Model
Taba lebih menitikberatkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai
suatu proses perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, dalam model ini
dikembangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang
kurikulum.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model
terbalik dari Taba ini.
1.
Menghasilkan
unit-unit percobaan (pilot, unit) melalui langkah-langkah:
·
Mendiagnosis
kebutuhan. Pada langkah ini, pengembangan kurikulum memulai dengan menentukan
kebutuhan-kebutuhan siswa.
·
Memformulasikan
tujuan. Setelah kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para
pengembang kurikulum merumuskan tujuan
·
Memilih isi.
Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan merupakan langkah berikutnya.
·
Mengorganisasi
isi. Melalui penyeleksian isi, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan
itu disusun urutannya.
·
Memilih
pengalaman belajar. Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar
yang harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.
·
Mengorganisasi
pengalaman belajar. Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas
pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu ke dalam paket-paket
kegiatan.
·
Menentukan alat
evaluasi prosedur yang harus dilakukan siswa. Pada penentuan alat evaluasi ini
guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai
prestasi siswa.
·
Menguji
keseimbangan isi kurikulum. Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian
antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.
2.
Menguji coba
unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan
kelayakan penggunaannya.
3.
Merevisi dan
mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam
uji coba.
4.
Mengembangkan
keseluruhan kerangka kurikulum.
5.
Implementasi dan
diseminarkan kurikulum yang telah teruji. Pada tahap ini terakhir ini perlu
dipersiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, lokakarya dan lain
sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat-alat sesuai dengan tuntutan
kurikulum.
Taba’s invorted model atau model terbalik Hilda Taba
dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data indukatif yang disebut model
terbalik, karena biasanya pengembangan kurikulum didahului oleh konsep – konsep
yang datangnya dari atas secara deduktif. Sebelum melaksanakan langkah –
langkah lebih lanjut, terlebih dahulu mencari data dari lapngan dengan cara
mengadakan percobaan, kemudian disusun teori
atas dasar hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan.
Langkah – langkahnya sebagai berikut:
a. Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan,
menentukan materi, menemukan penilaian, memperhatikan antara luas dan dalamnya
bahan, kemudian disusunlah suatu unit kurikulum.
b. Mengadakan try
out.
c. Mengadkan revisi atas dasar try out.
d. Menyusun kerangka kerja teori.
e. Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan
didesiminasikan.
Ciri Khas Model
Hilda Taba
Hilda
Taba mengembangkan model atas dasar data induktif sehingga dikenal dengan model
terbalik. Dikatakan model terbalik karena pengembangan kurikulumnya tidak
didahului oleh konsep-konsep yang datangnya secara deduktif. Dalam kurikulum
Hilda Taba sebelum melaksanakan langkah-langkah lebih lanjut, terlebih dahulu
mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan yang kemudian
disusun teori atas dasar hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan.
Model
Taba sebagai model pembelajaran secara induktif yang terdiri atas
langkah-langkah terstruktur yang dibagi menjadi tujuh fase. Guru menjadi
motor penggerak untuk menjangkau fase demi fase melalui
pertanyaan-pertanyaan yangdiajukan kepada siswa secara sambung-menyambung.
Tujuan utama model iniadalah pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa di
samping penguasaan secara tuntas topik yang dibicarakan. Model Taba berorientasi
pada pendekatan proses.
e.
The
Demonstration Model
Model demonstrasi pada dasarnya
bersifat grass-rotss, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleeh sekelompok
guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan
perbaikan kurikulum. Model ini umumnya bersekala kecil, hanya mencakup satu
atau beberapa sekolah, satu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan
komponen kurikulum.
Menurut Smith, Stanley, dan Shores
ada dua variasi model demonstrasi ini:
1.
Sekelompok
guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu
percobaan tentang pengembangan kurikulum.
2.
Bentuk
kedua ini kurang bersifat formal. Beberapa guru yang merasa kurang puas dengan
kurikulum yang ada, mencoba mengembangkan penelitian dan mengembangkan sendiri.
Mereka mencoba menggunakan hal-hal yang lain yang berbeda dengan yang
berlaku.
Beberapa keunggulan dari pengembangan kurikulum
model demonstrasi ini, yaitu:
1.
Memungkinkan
untuk menghasilkan suatu kurikulum atas aspek tertentu dari kurikulum yang
lebih praktis, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan berdasarkan situasi
nyata;
2.
Jika dilakukan
dalam skala kecil, resistensi dari administrator kemungkinan relatif kecil, dibandingkan dengan
perubahan yang berskala besar dan menyeluruh;
3.
Dapat menembus
hambatan yang sering dialami yaitu dokumen kurikulumnya bagus, tetapi
pelaksanaannya tidak ada;
4.
Menempatkan guru
sebagai pengambil insiatif yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
Sedangkan kelemahan model ini adalah bagi guru-guru
yang tidak turut berpartisipasi mereka akan enggan-enggan. Dalam keadaan
terburuk mungkin akan terjadi apatisme.
Langkah – langkahnya :
a.
Staf pengajar
pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya
dinilai baik.
b.
Kemudian
hasilnya disebarluaskan di sekolah sekitar.
f.
Roger’s
Interpersonal Relations Model
Meskipun
roger bukan seorang ahli pendidikan melainkan seorang ahli psikologi atau
psikoterapi. Tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana
membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan
pengembangan kurikulum. Memang ia banyak mengemukakan konsep tentang
perkembangan dan perubahan individu.
Menurut
when crosby (1970:388) dalam Nana Syaodih Sukmadinata “pengembangan kurikulum teori dan praktek mengatakan bahwa “perubahan kurikulum adalah perubahan individu”.
Menurut
Rogersmanusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing),
sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi
karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu
memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi
penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar
perkembangan anak.
Ada
empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers, yaitu:
·
Pemilihan target dari sistem pendidikan;
di dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan
adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan/administrator untuk turut serta
dalam kegiatan kelompok secara intensif. Selama satu minggu pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana
relaks, tidak formal.
·
Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Keikutsertaan guru dalam kegiatan sebaiknya secara sukarela. Lama kegiatan
satu minggu atau kurang. Menurut Rogers bahwa efek yang diterima sejalan dengan
para administrator seperti telah dikemukakan di atas,
·
Pengembangan pengalaman kelompok yang
intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh peserta
didik ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
·
Partisipasi orang tua dalam kegiatan
kelompok. Kegiatan ini dapat dikoordinasi oleh Komite Sekolah masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok tiga jam tiap sore hari selama
seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya
orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru. Kegiatan ini merupakan kulminasi dari kegiatan kelompok
di atas. Metode pendidikan yang dikembangkan Rogers adalah sensitivity
trainning, encounter group, dan Trainning Group (T Group).
Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model-model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan
kelompok. Itulah ciri khas Carl Rogers ssebagai sebagai Eksistensial Humanis.,
ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dan sebagainya.
Bagi Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk
aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah . petode pendidikan yang di
utamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter group dan Training
Group ( T Group ).
Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat
mengembangkan individu secara fleksibel terhadap perubahan – perubahan dengan
cara melatih diri berkomunikasi secara interpersonal.
Langkah – langkah sebagai berikut:
1. Diadakannya kelempok untuk dapatnya hubungan interpersonal di tempat yang tidak
sibuk.
2. Kurang lebih dalam satu minggu para peserta
mengadakan saling tukar pengalaman, di bawah pimpinan staf pengajar.
3. Kemudian diadakan pertemuaan dengan masyarakat yang
lebih luas lagi dalam satu sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna. Yaitu hubungan antara
guru dengan guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik
dalam suasana yang akrab.
4. Selanjutnya pertemuan diadakan dengan
mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu dengan mengikutsertakan
para pegawai administrasi dan orang tua peserta didik. Dalam situasi yang
demikian diharapkan masing – masing person akan saling menghayati dan lebih
akrab, sehingga memudahkan berbagai pemecahan problem sekolah yang dihadapi.
Dengan langkah – langkah tersebut, diharapkan
penyusun kurikulum akan lebih realistis, karena didasari oleh kenyataan yang
diharapkan.
g.
The
Systematic Action Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada
asumsi bahwa perkembangan kurikulum meerupakan perubahan sosial. Hal itu
mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian ornang tua, siswa guru,
struktur sistem sekolah, pols hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan
masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal:
hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari
pengetahuan propesional.
Penyusunan kurikulum ini harus
memasukan pandangan dan harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk
mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research:
- Mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalh kurikulum, berupa pengumpulan data bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengruhi masalah tersebut.
- Implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikutioleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta.
Faktor – faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam penyususan kurikulum yaitu adanya hubungan antara
manusia, keadaan organisasi sekolah, situasi masyarakat, dan otoritas ilmu
pengetahuan.
Adapaun langkah – langkahnya sebagai
berikut:
a.
Dirasa
adanya problem proses belajar mengajar di sekolah yang perlu diteliti.
b.
Mencari
sebab – sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahanya. Kemudian
menentukan putusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul
tersebut.
c.
Melaksanakan
putusan yang telah diambil.
h. Emerging Technical Model
Perkembangan bidang teknologi dan
ilmu pengetahuan, serta nilai-nilai efisiensi efektifitas dalam bisnis. Juga
mempengruhi perkembanagan model-model kurikulum. Tumbuh
kecendrungan-kecendrungan baru yang didasarkan atas hal itu diantaranya:
1.
Menekankan
kepuasan prilaku atau kemampuan
2.
Berasal
dari gerakan efesiensi bisnis
3.
Suatu
model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam
bisnis juga mempengaruhi perkembangan perkembangan model-model kurikulum.
Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal tersebut yang
menurut Sukmadinata (2012:170) diantaranya:
1.
The behavioral Analysis Model,
menekankan pada penguasaan perilaku atau kemampuan. Perilaku/kemampuan yang
kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku perilaku sederhana yang tersusun
secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku tersebut secara berangsur-angsur
mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.
2.
The System Analysis Model, berasal dari
gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan
spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua
adalah menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil belajar tersebut.
Langkah ketiga adalah mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta
perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan biaya dan
keuntungan dari beberapa program pendidikan.
3.
The Computer-Based Model, suatu model
pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai
dengan mengidentfikasi seluruh unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah
memiliki rumusan tentang hasil yang diharapkan. Guru dan siswa diwawancarai
tentang pencapaian tujuan tersebut. Data tersebut disimpan di dalam komputer
dan dimanfaatkan dalam menyusun materi pelajaran untuk peserta didik.
i.
Model Olivia
Model
perkembangan kurikulurn menurut Oliva terdiri dari tiga kriteria, yaitu :
simpel, komprehensif dan sistematis. Walaupun model ini mewakili komponen-komponen
paling penting, namun model ini dapat diperluas menjadi model yang menyediakan
detail tambahan dan menunjukkan beberapa proses yang diasumsikan oleh model
yang lebih sederhana. Model perkembangan kurikulurn dari Oliva 12 komponen
yaitu:
a.
Perumusan
filosofis, sasaran, misi, serta visi lembaga pendidikan, yang kesemuanya
bersumber dari analisis kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat;
b.
Kebutuhan
masyarakat di mana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dari urgensi dari
disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah;
c.
Tujuan umum
yang didasarkan pada komponen 1 dan 2;
d.
Tujuan
khusus yang didasarkan pada komponen 1 dan 2;
e.
Bagaimana
mengorganisasi rancangan dan mengimplementasikan kurikulum
f.
Menjabarkan
kurikulum dalam bentuk tujuan umum;
g.
Menjabrkan
kurikulum dalam bentuk tujun khusus;
h.
Menetapkan
strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan;
i. Teknik
penilaian;
j.
Pengembangan
kurikulum;
k.
Evaluasi
pembelajaran;
l.
Evaluasi
kurikulum.
Model
tersebut digambarkan dalam bentuk segi empat dan lingkaran.Segi empat
menggambarkan tentang proses perencanaan sedangkan lingkaran menggambarkan
proses operasional.Proses dimulai dengan komponen I, karena pada fase ini para
pengembang kurikulum menentukan tujuan dari pendidikan serta landasan filosophy
dan psikologi.Tujuan ini diyakini berasal dari kebutuhan masyarakaty dan
kebutuhan hidup individu dimasyarakat.Komponen ini menggabungkan konsep yang
sama dengan tyler.
Komponen II membutuhkan sebuah analisis kebutuhan masyarakat dimana suatu sekolah berada,kebutuhan siswa dilayani oleh masyarakat.Komponen III dan IV disebut sebagai tujuan khusus kurikulum berdasarkan tujuan, keyakinan. Tugas dari komponen V adalah untuk mengorganisir dan mengimplementasikan kurikulum, membentuk dan membangun struktur dengan kurikulum yang akan diorganisir.
Komponen II membutuhkan sebuah analisis kebutuhan masyarakat dimana suatu sekolah berada,kebutuhan siswa dilayani oleh masyarakat.Komponen III dan IV disebut sebagai tujuan khusus kurikulum berdasarkan tujuan, keyakinan. Tugas dari komponen V adalah untuk mengorganisir dan mengimplementasikan kurikulum, membentuk dan membangun struktur dengan kurikulum yang akan diorganisir.
Pada
komponen VI dan VII melukiskan perincian lebih lanjut dalam pelaksanaan lewat
pengajaran yang mencakup tujuan instruksional umum dan khusus.Komponen VIII
menunjukkuan strategi agar tujuan tercapai dikelas.Sekaligus dalam fase ini
pembina kurikulum secara pendahuluan mencari teknik evaluasi(komponen IX) yang
dilanjutkan dengan komponen X dimana pembelajaran dilaksanakan. KomponenXI
adalah evaluasi sesungguhnya mengenai prestasi siswa, keefektifan pengajaran.
Komponen XII
merupakan evaluasi kurikulum atau keseluruhan
program.hal terpenting adalah umpan balik dari setiap evaluasi untuk
pengembangan lebih lanjut.Jadi inti dari semua komponen adalah komponen I
sampai IV dan VI sampai IX adalah tahap perencanaan, sementara X-XII adalah
tahap operasional. Komponen V merupakan perpaduan antara perencanaan dan
operasional.Model Oliva dapat dipandang terdiri dari dua submodel:komponen I-V
dan XII sebagai submodel pengembangan kurikulum.Komponen VI-XI sebagai model
pengembangan pengajaran. Secara terperinci model tersebut mengikuti
langkah-langkah berikut:
a. Spesifikasi kebutuhan siswa
umumnya
b. Spesifikasi kebutuhan
masyarakat
c. Pernyataan filsafat dan tujuan
pendidikan
d. Spesifikasi kebutuahn siswa
tertentu
e. Spesifikasi kebutuhan
masyarakat lingkungan sekolah
f. Spesifikasi kebutuhan mata
pelajaran
g. Spesifikasi tujuan
kurikulum sekolah
h. Spesifikasi tujuan kurikulum
sekolah lebih lanjut(lebih khusus)
i. Organisasi dan implementasi
kurikulum
j. Spesifikasi tujuan instruksional
umum
k. Spesifikasi lebih lanjut dan
khusus tujuan instruksional
l. Seleksi strategi instruksional
m. Seleksi awal strategi evaluasi
n. Implementasi
pengajaran/instruksional
o. Seleksi akhir strategi evaluasi
p. Evaluasi pengajaran dan
modifikasi komponen-komponennya
q. Evaluasi kurikulum dan modifikasi
komponen-komponen kurikulum
Model dapat
digunakan dalam berbagai cara:
§ Model
mengusulkan sebuah proses untuk pengembangan secara menyeluruh dari kurikulum
sekolah.
§ Sebuah
Sekolah/Fakultas boleh memfokuskan pada komponen dari model (komponen 1-5 dan
12) untuk memutuskan program.
§ Sekolah/Fakultas
boleh memusatkan pada komponen pembelajaran(komponen 6-11).
§ Saran dari
12 langkah perkembangan kurikulum diatas yaitu: langkah 1 – 5 dan
merupakan submodel dari sebuah kurikulum, langkah 6 – 11 sub model
pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model
pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka
mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan mengevaluasi
(evaliatoon) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum
harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang
dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.
Yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum yaitu langkah atau prosedur
sistematis dalam proses penyususnan suatu kurikulum.
Kurikulum
lebih luas daripada sekedar rencana pelajaran, kurikulum meliputi segala
pengalaman atau proses belajar siswa yang dierencanakan dan dilaksankan di
bawah bimbingan lembaga pendidikan. Artinya, kurikulum bukan hanya berupa
dokumen bahan cetak melainkan rangkaian aktivitas siswa yang dilakukan di dalam
kelas, di laboratorium, di lapangan, maupun di lingkungan masyarakat yang
direncanakan serta dibimbing oleh sekolah. Kurikulum merupakan suatu bahan
pelajaran atau mata pelajaran yang akan dipelajari siswa, program pembelajaran,
tugas dan konsep yang mempunyai ciri-ciri tersendiri, agenda untuk rekontruksi
sosial, serta memberikan bekal untuk kecakapan hidup (Schubert, 1986).
B. Saran
Dengan adanya pembuatan
makalah ini penulis mengharapkan agar dapat dimanfaatkan dan sebagai literatur
bahkan sebagai rujukan bagi mahasiswa dalam memahami model pengembangan kurikulum.
Daftar Pustaka
Asfari
Rifai, Soekirno, Soedarminto Materi Pokok Pengembangan Kurikulum dan Bahan
Belajar I; 1-9
PMAK8160/3 SKS,
Jakarta, Universitas Terbuka, 1999, Cet. 3, H. 3.
Maret 13
Dakir. H. Perencanaan
dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004
Ladjid Hafni. H. Pengembangan
Kurikulum, PT. Ciputat Press Group, 2005.
Sukiman Danang. 2006. Telaah Kurikulum.
Jakarta : Pustaka, Jakarta
Terimakasih sangat membantu dan bermanfaat
ReplyDelete