MANAJEMEN SISTEM KEPELATIHAN

BAB I
PENDAHULUAN

Sebuah organisasi akan bertahan dan menjadi lebih baik apabila dapat mengatasi tantangan dari lingkungan. Tantangan dapat diatasi apabila individu-indivu dalam organisasi tersebut juga dapat menyesuaikan diri dan memberikan kinerja yang baik. Kinerja anggota organisasi dapat ditingkatkan dengan diadakannya pelatihan dan pengembangan yang efektif dan efisien sehingga dihasilkan anggota organisasi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. Organisasi dan anggotanya yang senantiasa berkembang diharapkan dapat mencapai tujuan bersama sehingga tercapai pula kepuasan dari organisasi dan juga kepuasan personal anggotanya.
Tenaga kerja baru biasanya telah memiliki kualifikasi yang diinginkan oleh organisasi. Keterampilan ini mereka telah dapatkan di lembaga pendidikan tempat ia belajar. Namun, sedikit banyak akan terjadi kesenjangan antara keterampilan yang mereka miliki dengan kebutuhan organisasi sehingga masih diperlukan pelatihan untuk menyesuaikannya. Begitu pula dengan anggota yang telah lama bergabung dengan organisasi, diperlukan juga pelatihan dan pengembangan agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang terjadi.
Ketika suatu organisasi merencanakan suatu pelatihan dan pengembangan untuk anggotanya tentunya metode pelatihan dan pengembangan apa yang akan dilaksanakan harus jelas. Terdapat begitu banyak metode dalam pelatihan dan pengembangan. Beberapa akan dipaparkan dalam makalah ini beserta kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Setelah pelatihan dan pengembangan dilaksanakan, diperlukan evaluasi untuk mengukur apakan pelatihan dan pengembangan yang dilakukan telah efektif sehigga terjadi peningkatan atau malah sebaliknya. Makalah ini juga akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan evaluasi dan juga upaya apa yang dapat dilakukan agar pelatihan dan pengembangan dapat berjalan dengan efektif.



BAB II
METODE PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Kata pelatihan dan pengembangan sudah sangat sering kita dengar. Kedua hal ini merupakan bagian vital dalam sebuah organisasi. Pelatihan dan pengembangan adalah dua hal yang berbeda. Pelatihan (training) adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Sedangkan pengembangan (Development) mempunyai ruang lingkup lebih luas. Pengembangan merupakan sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda  atau yang lebih tinggi dalam organisasi. Pengembangan biasanya berkaitan dengan peningkatan kemampuan intelektual atau emosional untuk melakukan pekerjaan lebih baik. Terdapat dua macam metode pelatihan yaitu on the job dan off the job. Teknik-teknik dalam on the job lebih sering digunakan untuk pelatihan. Sedangkan teknik-teknik dalam off the job lebih sering digunakan untuk pengembangan.  

2.1  On TheJob
2.1.1        Pengertian On The Job
On the job adalah metode pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja yang sebenarnya dan dilakukan sambil bekerja. Metode ini merupakan metode yang paling banyak dilakukan. Kategori metode on the job terdiri dari dua jenis, yaitu :
a.     Informal On The Job
Dalam metode ini tidak tersedia pelatih secara khusus. Peserta pelatihan harus memperhatikan dan mencotoh pekerja lain yang sedang bekerja untuk kemudian melakukan pekerjaan tersebut sendiri.
b.    Formal On The Job
Peserta mempunyai pembimbing khusus. Pembimbing tersebut sambil melaksanakan tugasnya, diberi tugas tambahan untuk membimbing peserta pelatihan yang bekerja di tempat kerjanya.
2.1.2        Kelebihan dan Kelemahan On The Job
Berikut beberapa kelebihan on the job :
a.    Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan tugas yang disimulasikan.
b.    Karyawan mendapat instruksi dari karyawan senior berpengalaman yang telah melaksanakan tugas dengan baik.
c.    Pelatihan dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya, dalam kondisi normal tanpa membutuhkan fasilitas pelatihan khusus.
d.   Bersifat informal, tidak mahal, dan mudah dijadwalkan.
e.    Dapat menciptakan hubungan kerja sama langsung antara karyawan dan pelatih.
f.     Pelatihan sangat relevan dengan pekerjaan dan membantu memotivasi kinerja tinggi.
Adapun kelemahan on the job adalah :
a.    Motivasi pelatih kurang untuk melatih, sehingga pelatihan jadi kurang serius.
b.    Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, namun kurang memiliki kemampuan melatih orang lain agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik.
c.    Pelatih kurang / tidak memiliki waktu untuk melatih dan kemudian menghapus elemen penting dalam proses pelatihan.
d.   Karyawan yang tidak terlatih dengan baik  mungkin memiliki dampak negatif pada pekerjaan dan organisasional.
2.1.3        Teknik dalam On The Job
Kemudian teknik-teknik dalam on the job yang biasa digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut:
a.    Rotation of assignment / job rotation / planned progression / rotasi kerja
Tujuan rotasi kerja adalah memperluas latar belakang karyawan dalam bisnis. Karyawan berpindah dalam periode tertentu dan diberi pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda serta praktek berbagai majam ketrampilan manajerial. Keuntungan menggunakan metode ini antara lain :
1.      Memberi latar belakang umum tentang organisasi, dan memberi sudut pandang bersifat organisasional.
2.      Mendorong kerja sama antar departemen.
3.      Memperkenalkan sudut pandang yang segar secara periodik kepada berbagai unit.
4.      Mendorong keluwesan organisasi melalui penciptaan sumber daya manusia yang fleksibel.
5.      Mampu melaksanakan penilaian presentasi secara komparatif dengan lebih obyektif.
6.      Memperoleh keunggulan dalam setiap situasi.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah:
1.      Tidak memberikan  tanggung jawab penuh terhadap karyawan yang sedang dirotasi
2.      Waktu kerja singkat
b.   Coaching and counseling / bimbingan dan penyuluhan
Dilaksanakan dengan cara peserta harus mengerjakan tugas dengan dibimbing oleh pejabat senior atau ahli. Penyuluhan efektif bila latihannya diindividualisasikan dan peserta belajar melakukan pekerjaan langsung.
Kelebihan metode ini adalah memudahkan tranfer belajar kepada para peserta/karyawan juga dapat menciptakan hubungan langsung antara karyawan dengan pelatih. Sedangkan kelemahannya adalah tidak memberikan waktu kerja penuh yang sesungguhnya.
c.    Apparenticeship / understudy / magang
Magang dilakukan dengan cara peserta mengikuti kegiatan/pekerjaan yang dilakukan oleh pemangku jabatan tertentu yang sudah berpengalaman, untuk mempelajari bagaimana cara melakukan sesuatu kegiatan. Metode ini digunakan untuk mengembangkan keahlian perorangan sehingga para karyawan dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaannya. Metode magang tepat digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan tertentu seperti kayawan pengrajin.
Kelebihan magang adalah peserta/karyawan tidak turut campur secara langsung dalam pekerjaan sehingga tidak mempengaruhi pekerjaan pemangku jabatan tertentu. Selain itu magang juga dapat memberikan pelatihan yang ekstensif. Sedangkan kelemahan magang adalah waktunya yang relatif lama, biaya yang cukup mahal, dan kemungkinan kurangnya motivasi dari pemangku jabatan tertentu sehingga tidak menunjukkan pekerjaan yang benar.
d.   Demonstration and example / demonstrasi dan pemberian contoh
Dalam metode ini pelatih harus memberi contoh/memperagakan cara melakukan pekerjaan/cara bekerja suatu alat/mesin. Sangat efektif karena peserta mendapat teori dan praktek secara langsung sehingga memudahkan transfer belajar. Selain itu metode ini juga tidak membutuhkan fasiltas yang terpisah. Namun, kelemahan dari metode demonstrasi dan pemberian contoh adalah peserta/karyawan turut campur dengan pekerjaan sehingga jika melakukan keslahan dapat merusak peralatan yang ada dan menghambat pekerjaan.

e.    Penugasan sementara
Penempatan peserta/karyawan pada posisi manajerial atau anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan. Peserta  terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah organisasional nyata. Kelebihan dari metode penugasan sementara adalah peserta/karyawan diberikan tanggung jawab secara langsung sehingga peserta/karyawan bekerja dengan serius. Kelemahnnya adalah tentang pemberian waktu yang relatif singkat.
f.       Job Intruction Training
Adalah salah satu teknik dalam on the job di mana pelatih (trainer) diberikan pelatihan terlebih dahulu sebelum trainer tersebut itu memberikan pelatihan kepada staff. Kelebihan dari metode ini adalah pelatih telah mendapatkan keahlian tentang cara melatih sehingga pelatihan dapat dilakukan dengan lebih maksimal. Kelemahan dari metode ini adalah adanya tambahan biaya untuk melatih para pelatih.

2.2  Off The Job
2.2.1        Pengertian Off The Job
Metode off the job training adalah metode pelatihan dengan menggunakan situasi di luar pekerjaan. Umumnya digunakan apabila target yang perlu dicapai banyak.
Ciri off the job training menurut Sulastri, 2009 yaitu :
“…dilaksanakan dalam suatu ruangan/kelas, dilaksanakan terpisah pada lokasi terpisah dengan tempat kerja, dilaksanakan pada karyawan yang bekerja tetap untuk mengembangkan diri dan mengembangkan karir, dipergunakan apabila banyak pekerja yang harus dilatih dengan cepat seperti halnya dalam penguasaan pekerjaan, pengetahuan atau keterampilan berupa konsep atau teori, biaya relative besar”

Sedangkan tujuan dari off the job training, juga dikutip dari Sulastri, 2009 adalah:
“…meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan, lebih focus pada pengalaman belajar, mempunyai kesempatan untuk bertukar pengalaman dengan karyawan lainnya dari lur lingkungan unit kerjanya, mendapatkan ide-ide baru yang dapat dibawa kembali ke tempat kerjanya, serta memperoleh wawasan yang lebih luas”

2.2.2        Kekuatan dan Kelemahan Off The Job
a.        Kekuatan:
1.        Pelatihan tidak akan mengganggu proses pekerjaan
2.        Metode tertentu dapat digunakan secara jarak jauh
3.        Peserta pelatihan dapat saling berinteraksi, bertukar pengalaman dan saling memahami
4.        Lebih efektif untuk target peserta pelatihan dalam jumlah banyak dan cepat
b.        Kelemahan:
1.        Karyawan tidak melakukan  pekerjaan yang sesungguhnya
2.        Pelatihan tidak dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya
3.        Pelatihan dilaksanakan dalam kondisi buatan dan membutuhkan fasilitas pelatihan khusus.
4.        Beberapa metode membutuhkan biaya yang  mahal

2.2.3        Jenis-jenis Pelaksanaan Off The Job
Macam macam metode off the job training diantaranya:
a.      Lecture
Adalah metode pelatihan dengan menggunakan system kuliah ceramah untuk menyampaikan informasi tertentu kepada pegawai. Kelebihan metode ini adalah biaya yang diperlukan relatif murah, waktu pelatihan cepat, materi yang diberikan relatif lengkap dan dapat digunakan untuk melatih banyak orang sekaligus. Namun metode kuliah ini kurang efektif untuk peserta pelatihan yang tingkat minatnya kecil dan pemahamannya rendah karena kurangnya penerapan prinsip-prinsip belajar seperti partisipasi, repetisi, pengalihan dan umpan balik, dan terkadang membuat peserta pelatihan menjadi jenuh dan malas untuk mengikuti pelatihan secara total.
b.      Video presentation
Adalah metode pelatihan yang hampir mirip dengan lecture, hanya saja dalam prosesnya menggunakan video dan atau slide presentasi. Beberapa sumber menyebutkan bahwa video presentation adalah bagian dari lecture, beberapa yang lain tidak, karena beranggapan bahwa lecture adalah metode yang hanya mengandalkan kuliah ceramah tanpa bantuan media presentasi.
Kekuatan dari metode ini adalah adanya variasi dalam tampilan kuliah ceramah. Peserta pelatihan dapat dibuat lebih tertarik dengan apa yang disajikan oleh presentator, serta membantu peningkatan pemahaman karena biasanya dalam video dan atau slide presentasi ditambahkan animasi-animasi tertentu sebagai gambaran materi yang dijelaskan. Sedangkan kelemahan dari metode ini hampir sama juga dengan metode lecture, yaitu kemungkinan kurangnya penerapan prinsip-prinsip belajar seperti partisipasi, repetisi, dan umpan balik.
c.       Vestibule training
Adalah metode pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, terutama yang bersifat teknikal, di tempat pekerjaan, akan tetapi tanpa mengganggu aktivitas kerja sehari-hari. Scenario penggunaannya adalah sebagai berikut : Misalkan sebuah organisasi akan melakukan vestibule training. Organisasi akan menyediakan lokasi tertentu dalam organisasi untuk “meniru” kegitan-kegiatan yang berlangsung dalam organisasi yang bersangkutan. Akan tetapi, karena lokasi “meniru” itu disediakan di tempat khusus, kegiatan-kegiatan sebenarnya tidak terganggu sama sekali.
Kelebihan dari metode ini adanya penerapan partisipasi, pengalihan keterampilan, dan repetisi sebagai prinsip belajar. Disamping itu, peserta pelatihan dapat segera menerima umpan balik tentang hasil pelatihan yang baru saja diikutinya. Melalui metode ini, peserta dapat terhindar dari tekanan dan kebingungan sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada materi. Manfaat lain yang tidak kalah penting ialah bahwa jika pegawai yang sedang mengikuti pelatihan berbuat kesalahan dalam “pelaksanaan tugas”, kesalahan itu dapat segera diperbaiki tanpa merusak citra organisasi. Sehingga organisasi dapat terhindar dari kerugian akibat kesalahan yang mungkin dilakukan pekerja dalam pekerjaan yang sebenarnya. Sayangnya, kelemahan dari metode ini adalah perlunya ketersediaan perusahaan/organisasi dalam menyiapkan ruangan khusus sebagai sarana pelatihan yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
d.      Role playing
Adalah metode pelatihan dengan teknik memainkan peran tertentu dalam suatu situasi kerja. Pegawai kemudian diminta untuk memberikan response terhadap peran yang lain, memberikan sejumlah tanggapan berupa kritikan atau pujian yang membangun. Metode ini biasanya digunakan untuk sensivity job, dengan sasaran pelatihan terutama bukan untuk meningkatkan keterampilan, melainkan yang menyangkut keperilakuan, terutama yang berwujud kemampuan menumbuhkan sikap empati dan melihat sesuatu dari “kacamata” orang lain. Teknik penggunaannya ialah dengan mengharuskan peserta pelatihan terlibat dalam suatu “permainan” dimana seseorang memainkan peranan pihak lain tertentu. Misalnya, agar seorang pegawai memahami pandangan dan cara kerja manajernya, maka pegawai tersebut melakukan “role play” sebagai manajer dan menyelesaikan masalah tertentu dengan orang lain yang berperan sebagai pegawai/bawahannya. Teknik ini sering pula digunakan jika yang menjadi sasaran ialah peningkatan kemampuan menyelesaikan konflikdan melakukan interaksi positif dengan orang lain yang mungkin berbeda dalam berbagai hal, seperti latar belakang social, pendidikan, daerah asal, dan lain-lain.
Kekuatan dari metode ini adalah dapat membentuk rasa toleransi antar pegawai karena telah mengetahui persamaan dan perbedaan dari masing masing individu serta mengembangkan kreativitas yang potensial dari pegawai, karena telah mengetahui karakteristik dari pekerjaannya. Kelebihan lainnya, metode ini memberikan kesempatan kepada peserta untuk berlatih kemampuan verbal, belajar memberikan pandangan terhadap tingkah laku dan nilai-nilai yang berhubungan dengan hubungan antar manusia, mengembangkan kepercayaan diri dan keberanian peserta dalam membuat suatu keputusan. Kelemahannya adalah pengalaman pelatihan kadang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, terkadang metode ini ditangkap sebagai hiburan semata sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai, dan juga memerlukan banyak waktu.
e.       Case study
Adalah metode pelatihan dengan prinsip penyelesaian kasus tertulis. Penggunaan studi kasus sebagai instrument pelatihan dapat mempunyai dua makna. Pertama, peserta pelatihan mempelajari situasi problematic tertentu dengan proses penyelesaian dari orang lain. Kedua, peserta pelatihan menganalisis situasi problematic sendiri dan menemukan solusi terbaik penyelesaian masalah.
Penggunaan metode studi kasus sering diberikan kepada manajer atau calon manajer untuk mengasah kemampuan dalam mengambil keputusan dan atau menyelesaikan masalah. Adapun kekuatan dari metode ini adalah adanya kesempatan berlatih untuk memunculkan skill dalam menginterpretasikan data dan daya nalar yang digunakan. Sedangkan kelemahannya adalah terkadang beberapa orang menyepelekan dan tidak menyukai latihan dengan teknik tertulis yang dirasa kurang riil dengan situasi pekerjaan sesungguhnya.
f.        Simulation
Pengertian simulation menurut Sondang (1999), adalah
“…suatu bentuk pelatihan dengan menggunakan suatu alat mekanikal yang identik betul dengan alat yang akan digunakan oleh peserta pelatihan dalam tugasnya”
Metode simulasi berbeda dengan vestibule training karena metode simulasi lebih menekankan pada penguasaan penggunaan alat mekanikal yang persis sama dengan yang akan digunakan saat bekerja, sedangkan vestibule training memusatkan tujuan pelatihan pada peningkatan keterampilan yang bersifat teknikal.
Contoh dari penerapan metode simulasi ini adalah pelatihan yang ditujukan bagi seorang pilot. Salah satu bagian penting dari pelatihan, misalnya adalah bagaimana cara menerbangkan pesawat dalam ruangan simulasi. Hal-hal yang harus dipahami contohnya tentang bagaimana cara menghidupkan mesin, meminta ijin meninggalkan apron menuju landasan pacu, tinggal landas, terbang dalam berbagai cuaca dan segala bentuk situasi yang nantinya mungkin akan dihadapi saat bekerja.
Kekuatan dari metode ini adalah peserta pelatihan dapat menguasai dan menyelesaikan masalah dalam berbagai keadaan, karena sebelumnya pernah “mengalami” hal sama, meskipun dalam keadaan simulasi. Sedangkan kelemahannya, karena mekanikal yang digunakan untuk pelatihan identik dengan yang ada pada lapangan kerja, tentu saja membutuhkan biaya yang lebih mahal.
g.      Self study
Inti dari metode ini adalah pembelajaran terhadap informasi kerja yang dilakukan secara mandiri oleh pegawai. Banyak organisasi yang mendorong pegawainya untuk belajar sendiri, akan tetapi terkendali melalui proses belajar yang terprogram. Organisasi dapat menyediakan bahan pelajaran yang beraneka ragam bentuknya, seperti buku pedoman, buku petunjuk, rekaman video, slide presentasi atau yang lainnya yang kesemuanya mengandung bahan-bahan pelajaran yang dianggap penting dikuasai oleh pegawai.
Kekuatan dari metode pelatihan ini adalah penyesuaian kecepatan belajar dapat disesuaikan dengan kecepatan pemahaman masing-masing pegawai, serta penghematan biaya untuk perusahaan yang memiliki jumlah pekerja yang banyak dan tersebar di beberapa daerah yang berbeda. Kelemahannya, dalam metode ini susah dilakukan pemantauan secara merata dan umpan balik secara konsisten antara penyelia dengan pegawai yang diberikan pelatihan.
h.      Programmed learning
Inti dari metode ini adalah penggunaan prinsip memberikan pertanyaan kepada peserta pelatihan. Metode ini dilakukan secara otomatis dengan membuat program khusus pada computer yang memungkinkan adanya umpan balik penyelesaian secara langsung pada setiap pertanyaan yang telah dijawab.
Kekuatan dari program ini adalah adanya pengetahuan lebih yang dimiliki pegawai terkait informasi-informasi perusahaan, atau pemecahan masalah tertentu yang terdapat dalam pelatihan. Biaya yang dikeluarkan juga relative lebih murah, karena sarana yang digunakan dapat ditekan seminimal mungkin, dengan hanya menyediakan program khusus dalam computer. Kelemahannya, tidak semua peserta pelaihan dapat menggunakan computer atau memiliki skill yang tinggi dalam pengoperasian IT. Kejenuhan juga dapat terjadi karena efek melihat layar monitor yang terlalu lama.


i.        Laboratory training
Metode ini dikembangkan dalam bentuk latihan kelompok. Latihan ini dapat digunakan untuk mengembangkan sensitivitas antar anggota kelompok yang nantinya dapat diterapkan pada lingkungan kerja.
Metode ini hampir sama dengan role playing, hanya saja dalam laboratory training dilakukan dengan jumlah orang yang lebih banyak (berkelompok).
Kekuatan dari metode ini adalah timbulnya rasa saling memahami antar anggota kelompok, sedangkan kelemahannyaadalah lamanya proses pelatihan yang tidak dapat diprediksi akurat penyelesaian targetnya, karena setiap individu memiliki tingkat penyesuaian diri dan pemahaman akan orang lain yang berbeda-beda.

Metode yang telah dipaparkan diatas memiliki karakteristik tersendiri dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing sehingga pemilihan penggunaan metode yang paling baik adalah dengan memilih metode yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sebuah organisasi.



BAB III
EVALUASI PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

3.1  Pengertian Evaluasi
Evaluasi pelatihan dan pengembangan menurut ahli:
“ Pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan diketahui dengan mengukur seberapa besar pengetahuan diperoleh setelah pelatihan dilakukan.”
(Marihot Tua Efendi Hariandja. 2002)
“...untuk menilai secara menyeluruh mengenai segenap elemen program pelatihan yang meliputi:materi, metode, instruktur, alat bantu, waktu, tempat pnyelenggaraan, dan lain-lainnya.”
(Aso Sentana. 2004)

Kesimpulan dari definisi evaluasi pelatihan dan pengembangan adalah suatu usaha untuk menghasilkan data tentang efek pelatihan tersebut bagi kinerja pegawai yang akan digunakan sebagai acuan untuk memperoleh hasil kinerja yang diinginkan. Sehingga fungsi evaluasi pelatihan dan pengembangan itu sendiri adalah mengetahui seberapa besar efek dari suatu pelatihan dan pengembangan dalam kinerja pegawai, jadi pemimpin perusahaan dapat menentukan untuk tetap menggunakan cara yang sama atau mengubahnya dengan cara baru yang dirasa lebih efektif dalam meningkatkan kinerja pegawai.
Secara garis besar efek yang diinginkan perusahaan mengenai evaluasi pelatihan dan pengembangan dapat dijadikan beberapa point seperti:
1.      Pendapat peserta mengenai keseluruhan proses pelatihan dan pengembangan,
2.      Semua hal yg didapat oleh peserta pelatihan dan pengembangan yang dapat meningkatkan mutu kerjanya,
3.      Perubahan perilaku peserta yang dapat menunjang karirnya,
4.      Peningkatan kualitas pelatihan dan pengembangan menurut data dan pendapat peserta pelatihan jika diperlukan untuk mencapai titik yang diinginkan.
3.2  Desain Evaluasi
Desain evaluasi pelatihan digunakan untuk menjawab dua pertanyaan pokok, yaitu : (1) apakah tujuan mengalami perubahan atau tidak dalam kriteria (misalnya belajar, perilaku, hasil-hasil organisasional) dan (2) apakah perubahan tersebut dapat dihubungkan dengan program pelatihan atau tidak.
Ada dua strategi untuk menentukan apakah memang terjadi perubahan setelah pelatihan, yaitu :
a.       Membandingkan cara peserta melakukan pekerjaannya setelah pelatihan dengan cara mereka sebelum menjalani pelatihan.
b.      Membandingkan pengetahuan, perilaku atau hasil dari kelompok yang terlatih dengan kelompok yang tidak terlatih. Berikut macam strategi dalam menentukan apakah ada perubahan atau tidak setelah pelatihan pada kelompok.
1.      One – Shot Post Test – Only Design
Ukuran evaluasi pelatihan dikumpulkan hanya dari kelompok yang terlatih, setelah mengikuti pelatihan.  

Gambar 1. Proses One – Shot Post Test – Only Design
2.      One – Group Pre Test – Post Test Design
Kelompok pelatihan dinilai sebelum dan setelah pelatihan contohnya produktivitas kelompok terlatih mungin lebih tinggi 5% setelah pelatihan dibandingkan sebelum pelatihan.
                                     
Gambar 2. Proses One – Group Pre Test – Post Test Design
3.      Multiple – Baseline Design
Merupakan suatu rancangan eksperimental yang memungkinkan untuk menarik sebuah kesimpulan yang bersifat kausal. Rancangan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi lintas situasi. Hal ini dilakukan dengan cara mengukur suatu kelompok beberapa kali sebelum dilakukan pelatihan dan beberapa kali pula setelah pelatihan dilaksanakan. Setelah itu, hasil pengukuran dapat dibandingkan untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan kinerja setelah pelatihan. (Stocks, 2000)(Herawati, 2008)
                       


Gambar 3. Proses Multiple Baseline Design


4.      Pre Test – Post Test Control – Group Design
Pancangan evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan antara kelompok yang menerima pelatihan dengan kelompok yang tidak menerima pelatihan. Pada kelompok yang menerima pelatihan dilakukan pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan. Setelah dibandingkan antara kelompok yg menerima dan tidak menerima pelatihan, maka selanjutnya dapat ditarik kesimpulan apakah memang terjadi perubahan atau tidak. (Herawati, 2008)
Kelompok 1 :

Kelompok 2:

Gambar 4. Proses Pretest – Posttest Control Group Design

3.3  Proses Evaluasi
How to Evaluate Individual Training and Development’. (Train to Gain, 2005)
1.      Setting Objectives
2.      Gathering Reactions to The Training Programme
3.      Validation (How effective was the training and development?)
4.      Reviewing the benefits and future requirements for training and development


Proses evaluasi selanjutnya dijelaskan sebagai berikut
1.         Setting Objectives (Menentukan Tujuan)
Evaluasi merupakan suatu bentuk pengukuran, di mana pengukuran itu dapat dilakukan apabila organisasi yang akan melakukan pengukuran sudah memiliki suatu titik minimal tertentu untuk suatu nilai, sebagai standar organisasi. Oleh karena itu, sebelum melaksanakan pelatihan dan pengembangan, organisasi harus sudah menetapkan mengenai apa yang ingin dicapai, hasil apa yang diharapkan, serta bagaimana atau indikator apa yang bisa digunakan untuk mengetahui bahwa organisasi tersebut sudah mencapainya.
2.      Gathering Reactions to The Training Programme (Mengumpulkan Reaksi saat Program Pelatihan)
Pengukuran paling awal dan sederhana yang dapat dilakukan saat program pelatihan ini berjalan adalah dengan melihat reaksi peserta terhadap kegiatan dan stimulus yang diberikan pada mereka. Cara melihat reaksi ini bermacam-macam, tergantung metode pelatihan yang digunakan. Salah satu contoh bentuk evaluasi dengan melihat reaksi peserta adalah dengan menggunakan diskusi sederhana. Stimulus yang diberikan pun berupa pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sebelumnya, yang telah disesuaikan dengan tujuan serta hasil yang diharapkan.
3.      Validation_How effective was the training and development? (Validasi_Seberapa efektif kah pelatihan dan pengembangan yang dilakukan?).
Program pelatihan dan pengembangan yang dilakukan oleh suatu organisasi diharapkan dapat memberikan perubahan pada kualitas pekerja dan kepuasan bagi semua pihak yang ada dalam perusahaan atau organisasi. Selain itu, melalui pelatihan dan pengembangan, diharapkan peserta mampu dan mau untuk menerapkan apa yang telah mereka pelajari dalam menjalankan pekerjaan mereka. Iklim organisasi yang telah ditentukan oleh manajer sangat penting, dukungan aktif pada peserta untuk mendemonstrasikan kemampuan mereka dapat menciptakan suatu kenyamanan tersendiri dalam menjalankan pekerjaannya. Teknik yang digunakan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan, mengamati, dan sebagainya. Teknik ini akan sangat berguna untuk mengetahui demonstrasi apa yang dapat peserta lakukan setelah dan saat pelatihan.
4.      Reviewing the benefits and future requirements for training and development (Meneliti kembali keuntungan dan masa depan yang diinginkan pada pelatihan dan pengembangan yang telah dilakukan)
Proses terakhir adalah melihat, meneliti, dan menyesuaikan keuntungan yang diperoleh perusahaan atau organisasi setelah pelatihan tersebut dilakukan. Pada saat melakukan evaluasi, pelatih (trainer) dapat menggunakan data kasar dan soft data dari perusahaan untuk melihat apakah sudah terjadi peningkatan atau justru penurunan dari adanya pelatihan tersebut. Dari sini dapat dilihat keuntungan yang diperoleh apakah dapat menguntungkan pihak individu sebagai pekerja dan organisasi atau perusahaan. Apabila ternyata tidak menguntungkan, maka perlu dilakukan tindakan khusus kepada pekerja yang bermasalah atau melakukan perencanaan ulang mengenai pelatihan dan pengembangan yang akan diberikan selanjutnya. Pada tahap ini dimungkinkan adanya analisis serta perencanaan lebih lanjut terkait pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi.

3.4  Tahapan Evaluasi
Tabel 1. Tahap Evaluasi menurut Para Ahli
Gary Dessler
Jack J. Phillips
Kirkpatrick (1994)
1.      Reaksi
2.      Belajar
3.      Perilaku
4.      Hasil
1.      Tahap Reaction
2.      Tahap Learning
3.      Tahap Application
4.      Tahap Impact
5.      Tahap Return on Investment (ROI)
1.      Reaction
2.      Learning
3.      Behavior
4.      Result
Keterangan
1.      Tahap Reaction (Reaksi)
Evaluasi ini dilakukan pada saat dan setelah menerima materi pelatihan, yakni evaluasi untuk mengukur minat dan reaksi peserta atas pelatihan dengan melihat langsung reaksi atau respon yang diberikan oleh peserta pelatihan terhadap program pelatihan yang diberikan. Tahap evaluasi pertama dilakukan segera setelah pelatihan selesai diberikan. Umumnya ditujukan untuk mengukur tingkat kepuasan peserta terhadap pelaksanaan pelatihan. Paling sederhana dan mudah dilakukan dengan menggunakan metode kuesioner.  Adapun beberapa faktor yang penting untuk dievaluasi adalah:
a.       Isi pelatihan: seberapa jauh isi pelatihan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, baik dari segi keragaman maupun kedalaman topik yang dibahas. 
b.      Kualitas materi: seberapa baik kualitas materi yang dibagikan, presentasi audio dan visual yang disajikan, dan peralatan lain yang digunakan selama pelatihan. Kualitas materi yang baik menimbulkan kesan bahwa peserta mengikuti pelatihan yang bergengsi dan bukan pelatihan ‘asal-asalan’ saja. 
c.       Metode pelatihan: seberapa sesuai metode pelatihan yang digunakan dengan topik yang dibahas. Contoh, pelatihan security untuk para satpam harusnya lebih banyak dilakukan dalam metode outbound dan games ketimbang kuliah, bukan? 
d.      Logistik: seberapa layak akomodasi yang diberikan dan fasilitas pelatihan lainnya. Walaupun kelihatan sepele, akomodasi dapat mempengaruhi konsentrasi. Tidak ada yang dapat belajar dengan baik bukan, jika perut terasa lapar? 
e.       Instruktur/trainer: seberapa fasih mereka memberikan pelatihan. Hal ini bergantung dari kedalaman pemahamannya terhadap materi pelatihan, kemampuan melakukan presentasi materi dan kemampuan mengelola situasi selama pelatihan.
2.      Tahap Learning (Belajar)
Tahap ini disebut juga evaluasi hasil belajar. Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur tingkat pemahaman peserta setelah menerima pembahasan dari para pelatih setiap sesi pelatihan. Penilaian terhadap tingkat pemahaman ini sangat penting untuk mengetahui apakah peserta materi yang diberikan dalam pelatihan. Evaluasi dilakukan dengan memberikan umpan balik kepada peserta pelatihan berupa pre test dan post test sebagai alat untuk mengukur perubahan pengetahuan dan sikap peserta terhadap apa yang telah dipelajari dalam program pelatihan. Tahap evaluasi ini pun relatif mudah dilakukan. Biasanya pada jam terakhir pelatihan. Tujuannya mengukur tingkat pemahaman peserta atas materi pelatihan. Jika seorang peserta pelatihan tidak dapat memahami materi pelatihan, bagaimana mungkin ia dapat mengaplikasikan perubahan dalam kinerjanya? Beberapa metode di antaranya memberikan tes tertulis atau studi kasus pada peserta pelatihan. Simulasi pun dapat dilakukan, misalnya role play, in-basket atau teknik lainnya. Yang paling sederhana adalah meminta peserta melakukan presentasi berupa rangkuman atas apa yang telah dipelajarinya. 
3.      Tahap Behavior (Perilaku)
Evaluasi ini dilakukan setelah pelatihan. Tujuannya untuk melihat bagaimana perilaku peserta setelah mengikuti pelatihan, langkah – langkah apa yang sudah dilakukan serta bagaimana sikap stakeholder terhadap hasil pelatihan. Pada tahap ini dilakukan monitoring dan pencatatan tentang perilaku peserta setelah program pelatihan diberikan sebagai langkah untuk mengetahui seberapa jauh peserta dapat menerapkan ketrampilan dan pengetahuan baru pada pekerjaannya.
4.      Tahap Result (Hasil)
Tahap ini menentukan tingkat perubahan positif kinerja jabatan dan nilai pemeliharaan yang dibutuhkan. Tahap ini juga merupakan evaluasi jangka panjang, yakni evaluasi mengenai kinerja lembaga yang terjadi akibat kinerja anggota organisasi yang mengikuti pelatihan. Evaluasi ini dapat dilakukan tiga sampai empat tahun setelah pelatihan.
5.      Tahap Application
Tahap evaluasi ini ditujukan untuk mengukur implementasi peserta pelatihan di pekerjaan sehari-hari. Informasi yang dibutuhkan adalah: 
a.       Tugas yang dikerjakan: proyek atau kegiatan rutin yang dilakukan sebagai bukti konkrit dari implementasi peningkatan kemampuan peserta setelah mengikuti pelatihan. Contohnya, peserta yang telah mengikuti pelatihan negosiasi dapat menyebutkan proyek tender yang berhasil dimenangkannya. 
b.      Tim yang terlibat: pihak-pihak yang mendukung kesuksesan dari tugas tersebut. Informasi ini perlu diketahui untuk menilai seberapa besar peran peserta dalam kesuksesan tersebut.
c.       Waktu penerapan: kapan dan berapa lama implementasi tersebut dilakukan. Jika peserta terlibat dalam proyek, maka ada batasan waktu tertentu. Berbeda dengan pengerjaan tugas rutin. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk evaluasi ini, yaitu:
1)      Kuesioner: untuk menggali informasi awal dari peserta, atasan, rekan kerja dan bawahan. 
2)      Wawancara: untuk menggali lebih lanjut informasi yang diberikan secara tertulis. 
3)      Diskusi kelompok: untuk menyamakan persepsi dari seluruh narasumber. 
4)      Observasi: untuk mengamati secara langsung bagaimana peserta menerapkan pelatihan dalam pekerjaan sehari-hari. 
5)      Action plan: untuk menentukan target kinerja yang ingin dicapai, biasanya dirumuskan oleh peserta selama pelatihan.
6)      Tugas nyata: untuk menentukan seberapa baik kinerja peserta pada tugas yang betul-betul terkait langsung. Contohnya, setelah selesai pelatihan Targeted Interview, peserta diberikan tugas rekrutmen masal 300 orang. Jika implementasi tidak sesuai dengan harapan, analisis lebih lanjut perlu dilakukan. Misalnya, adakah kesempatan bagi peserta untuk melakukan implementasi? Faktor apa saja yang mendukung implementasi terjadi? Lalu faktor apa yang menghambat dan perlu diatasi? Faktor yang mendukung di antaranya adalah infrastruktur yang memadai, atasan yang terbuka, tim kerja yang solid, dll. Sementara faktor yang menghambat adalah waktu yang sempit, dana yang terbatas, resistensi terhadap perubahan, dll.
6.      Tahap Impact
Tahap ini ditujukan untuk mengukur seberapa besar hasil bisnis dari implementasi pelatihan. Data historis harus tersedia untuk melakukan evaluasi tahap ini. Ada dua kategori hasil bisnis yang diharapkan: 
a.       Tangible: Hasil bisnis yang kuantitatif, bersifat obyektif dan mudah diubah dalam satuan finansial. Ada empat kategori, yaitu: 
1)      Hasil kerja, seperti produktivitas, frekuensi, kecepatan, keuntungan, % penyelesaian, dll.
2)      Kualitas seperti deviasi, kecelakaan, komplain, produk gagal, dll.
3)      Biaya, seperti biaya operasional, pengeluaran mendadak, dll.
4)      Waktu, seperti efisiensi, lembur, dll.
b.      Intangible: Hasil bisnis yang kualitatif, bersifat subyektif, dan sulit diubah dalam satuan finansial. Ada empat kategori, yaitu: 
1)      Kebiasaan kerja, seperti absensi, kelalaian, tepat waktu, dll. 
2)      Iklim kerja, seperti komitmen, pengunduran diri, kerja sama, dll. 
3)      Keterampilan, seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dll. 
4)      Kepuasan, seperti kepuasan kerja, kepuasan pelanggan, dll. 
5)      Inisiatif, seperti saran, penetapan tujuan, rencana strategis, dll.
Dengan melihat hasil bisnis yang dicapai, praktisi HR dapat menilai apakah pelatihan telah mencapai tujuan yang ditetapkan semula. 
7.      Tahap Return on Investment (ROI)
Tahap ROI paling sulit dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi nilai balik modal dari pelaksanaan pelatihan. Dibutuhkan waktu, biaya dan analisa data yang akurat untuk keberhasilan evaluasi ini. Caranya melalui: 
a.       Mengisolasi pengaruh pelatihan. Ada tiga strategi yang dapat dengan mudah diperhitungkan, yaitu: 
1)      Perbandingan antara kelompok peserta dan kelompok bukan peserta
Kinerja antara kelompok peserta pelatihan dapat diperbandingkan dengan kelompok lain yang setara dan belum mendapatkan pelatihan. Contohnya, cara menjawab telepon yang masuk dari kelompok resepsionis peserta pelatihan
lebih memperlihatkan Sopan Santun Bertelepon dibandingkan dengan kelompok yang belum mendapatkan pelatihan. Secara kualitatif, cara menjawab yang lebih baik dapat disimpulkan disebabkan oleh pelatihan tersebut.
2)      Perbandingan antara sebelum dan sesudah pelatihan
Kinerja antara sebelum dan sesudah pelatihan dari kelompok yang sama diperbandingkan. Contohnya, penjualan retail sebelum pelatihan direct selling dibandingkan dengan penjualan setelah pelatihan. Tentu saja analisa yang dilakukan juga perlu memperhatikan tren kenaikan atau penurunan tanpa adanya pelatihan. 
3)      Estimasi peserta terhadap presentase pengaruh pelatihan. Inilah perhitungan yang paling mudah dilakukan. Peserta pelatihan diminta untuk mengungkapkan berapa presentase pengaruh pelatihan terhadap perbaikan kinerjanya. Contohnya, peserta pelatihan Interconnecting Network Device melaporkan bahwa 70% keberhasilan mengerjakan proyek Wireless Connection disebabkan oleh aplikasi pelatihan. 30% lainnya oleh faktor-faktor lain, seperti proses belajar sendiri, umpan balik atasan, dll.
b.      Mengubah hasil bisnis yang diperoleh ke dalam nilai finansial. 
Hasil bisnis yang terisolasi sebagai akibat pelatihan diubah ke dalam nilai finansial. Contohnya, proyek Wireless Connection yang berhasil dikerjakan setara dengan menggunakan jasa konsultan sebesar Rp. 15.000.000,- Berdasarkan laporan estimasi, pengaruh pelatihan adalah sebesar 70% sehingga disimpulkan bahwa hasil bisnis yang diperoleh adalah 70% x Rp. 15.000.000,- = Rp. 10.500.000,-
c.       Menghitung seluruh biaya yang terkait dalam pelatihan. 
Biaya-biaya pelatihan mencakup: 
1)      Analisa kebutuhan pelatihan: waktu untuk menganalisa, penggunaan jasa konsultan, dll. 
2)      Desain dan pengembangan pelatihan: waktu untuk menulis materi pelatihan, pembelian video, dll. 
3)      Biaya akuisisi pelatihan dari pihak ketiga: pembelian materi, train for the trainer, lisensi, dll.
4)      Biaya penyelenggaraan pelatihan: jasa instructor/trainer pelatihan, biaya pencetakan dan reproduksi materi, biaya travel dan akomodasi, fasilitas, waktu untuk mengikuti pelatihan, penyewaan infocus/OHP, dll. 
5)      Biaya evaluasi: waktu untuk mengumpulkan dan menganalisa data, biaya untuk evaluasi, dll. 
6)      Biaya overhead: biaya lain yang secara tidak langsung terkait dengan pelatihan, seperti gaji praktisi HR, dll.
d.      Menghitung ROI dari penyelenggaraan pelatihan
 Berdasarkan seluruh perhitungan di atas, nilai balik modal pun dapat dihitung, dengan rumus: ROI (%) = [(Manfaat Pelatihan – Biaya Pelatihan):
Biaya Pelatihan] X 100%
Tidak semua jenis pelatihan bisa menghasilkan hasil perhitungan finansial seperti ini. Akibatnya, praktisi HR pun perlu memilah pelatihan mana yang memerlukan evaluasi terelaborasi dengan pertimbangan waktu, biaya dan analisa data yang tersedia.
Oval: Tracey, et. al. (2001):
1. Motivasi
2. Keterlibatan kerja
3. Lingkungan kerja
4. efikasi

Oval: Campbell (1992):
1. Sifat individu dan sifat lingkungan kerja
2. Sifat Pelatihan
3. Motivasi

5. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pelatihan




Oval: Noe :
Motivasi
 




Gambar 5. Faktor – faktor yang mempengaruhi efektivitas pelatihan dan pengembangan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pelatihan dan pengembangan menurut pendapat beberapa ahli yaitu:
1.      Motivasi sebelum pelatihan
2.      Sifat individu
3.      Lingkungan kerja dan keterlibatan kerja
4.      Sifat pelatihan dan efikasi



BAB IV
UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PELATIHAN

Menurut Lambert, ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pelatihan dan pengembangan:
a.       Fokus pada Sumber
Yaitu merupakan upaya untuk menggunakan sumberdaya secara efektif dan bijaksana. Contohnya yaitu pelatihan sesuai dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan sesuai program.
b.      Identifikasi Peserta
Yaitu untuk menganalisis siapa yang dapat atau tidak dapat mengatasi suatu masalah.
c.       Memberikan Kesempatan Menceritakan Masalah
Merupakan upaya memberikan kesempatan kepada orang yang bersangkutan untuk memberikan informasi tentang problem yang mereka hadapi dengan akurat dan benar. Contoh yaitu memberikan program konseling pada setiap sumber daya manusia yang ada dalam pelatihan tersebut.
d.      Membuat Program-Program Praktik
Yaitu dengan membuat program training yang praktis untuk peserta dan staff pengajar yang hendaknya tepat dan disiplin, hingga menjamin program yang benar – benar praktis dan memungkinkan berlangsungnya proses alih pengetahuan secara lancar.


e.       Make it Real
Merupakan upaya untuk membuat contoh – contoh pada saat pelatihan yang mirip dengan situasi yang biasanya terjadi di lingkungan pekerjaan agar peserta training dapat mudah mengaplikasikan pada saat dia berada di dunia kerja. Seperti melakukan simulasi yang dikondisikan mirip dengan pekerjaan agar sesuai jika di aplikasikan setelah pelatihan.
f.       Tell it Like It is
Merupaka upaya untuk menguji apakah suatu program dapat dipakai sebagai alat untuk mengontrol perusahaan/pelaksanaan atau tidak.
g.       Spread the Program Over Time
Yaitu merupakan upaya membagi program dalam satuan-satuan waktu dengan mempertimbangkan tuntutan dan jadwal kerja peserta.
h.      Get the Boss Involved
Merupakan upaya melibatkan boss pada saat penugasan sehingga boss dapat melihat perubahan yang terjadi.
i.        Use the Program to Sense New
Yaitu upaya untuk mendeteksi problem atau keluhan baik hubungan antar karyawan maupun dengan atasan.








BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pelatihan dan pengembangan adalah dua hal yang berbeda. Pelatihan (training) adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Sedangkan pengembangan (development) mempunyai ruang lingkup lebih luas.
On the job training adalah metode pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja yang sebenarnya dilakukan sambil bekerja. Sedangkan metode Off the job training adalah metode pelatihan dengan menggunakan situasi di luar pekerjaan. Umumnya digunakan apabila target yang perlu dicapai banyak.
Definisi evaluasi pelatihan dan pengembangan adalah suatu usaha untuk menghasilkan data tentang efek pelatihan tersebut bagi kinerja pegawai yang akan digunakan sebagai acuan untuk memperoleh hasil kinerja yang diinginkan. Sehingga fungsi evaluasi pelatihan dan pengembangan itu sendiri adalah mengetahui seberapa efek dari suatu pelatihan dan pengembangan dalam kinerja pegawai, jadi pemimpin perusahaan dapat menentukan untuk tetap menggunakan cara yang sama atau mengubahnya dengan cara baru yang dirasa lebih efektif dalam meningkatkan kinerja pegawai.





Lampiran 1
HASIL DISKUSI
No.
Nama
Pertanyaan
Jawaban
1.
Ayu Putri
Apakah perbedaan vestibule training dengan simulation? Berikan contohnya dalam bidang kesehatan!
Vestibule training adalah pelatihan dengan menggunakan peralatan yang sama dengan di tempat kerja. Sedangkan simulation adalah pelatihan denga menggunakan peralatan yang mirip dengan peralatan di tempat kerja. Hal itu menyebabkan vestibule training lebih mahal daripada simulation. Contoh vestibule training dalam bidang kesehatan adalah pelatihan untuk tenaga medis pada bencana. Pelatihannya benar-benar disimulasikan seperti bencana sungguhan.

2.
Marta Laili
Adakah kualifikasi untuk menjadi trainer?
Bagaimana cara mengevaluasi jika trainer berasal dari luarorganisasi?
Ya, ada.
Cara evaluasi tetap sama seperti evaluasi pelatihan yang seharusnya, jangka pendek dan jangka panjang. Evaluasi jangka pendek seperti reaction dan learning, bisa dilakukan oleh trainer dari luar itu sendiri. Bisa juga dengan bekerjasama dengan panitia dari dalam. Sedangkan untuk evalusi jangka panjang seperti behaviour, result, application, impact, dan ROI dilakukan oleh panitia dari dalam organisasi itu sendiri.


No.
Nama
Pertanyaan
Jawaban
3.
Nihayatul Muna
Apa perbedaan One – Group Pre Test – Post Test Design
 dan multiple-baseline design?
Pada one group pre test post design hanya dilakukan pre test dan post test masing-masing satu kali. Sedangkan pada multiple-baseline design dilakukan post test dan post test beberapa kali, dengan kualitas yang sama, namun komposisi pertanyaan bisa berbeda. Dengan begitu, hasil yang didapat dari multiple baseline design bisa lebih valid.


4.
Wemmy Nor Fauziah
Apakah maksud dari manfaat OJT “bersifat informal? Apa maksudnya manfaat OJT di makalah anda? Apa perbedaannya dengan kelebihan?
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa terdapat 2 kategori on the job, yaitu formal on the job dan informal on the job.  Secara informal, OJT dilakukan tanpa pelatih khusus sehingga hal ini dapat menjadi keuntungan sebab tidak membutuhkan biaya yang mahal dan jadwal bisa diatur. Itulah yang kami maksud OJT bersifat informal.
Maksud “manfaat” pada makalah kami tersebut adalah “kelebihan”

5.
Charisma
Metode Off the Job Training apa yang cocok untuk sebuah event organizer?
Metode yang cocok adalah metode yang sesuai dengan kebutuhan. Jika membutuhkan peningkatan skill maka bisa digunakan metode vestibule training ataupun simulation. Jika dibutuhkan pengembangan pemikiran ke depannya bisa digunakan metode lecturing.


No.
Nama
Pertanyaan
Jawaban
6.
Yosi
Bagaimana cara mengatasi kelemahan dari metode self study?
Pada metode ini dilakukan proses belajar secara terkendali melalui proses belajar yang terprogram. Organisasi dapat menyediakan bahan pelajaran yang beraneka ragam bentuknya, seperti buku pedoman, buku petunjuk, rekaman video, slide presentasi atau yang lainnya yang kesemuanya mengandung bahan-bahan pelajaran yang dianggap penting dikuasai oleh pegawai sehingga setiap pegawai mempelajari materi yang sama. Supaya dapat dievaluasi dan dipantau maka, pelatih harusnya diberi motivasi, misal berupa reward khusus seperti uang. Begitu pula dengan pegawai yang sedang menjalankan self study, sebaiknya juga diberi reward.


DAFTAR PUSTAKA
__________________.2012.on the job & off the job training.[online].tersedia : allamandakathriya.blogspot.com/2012/04/on-job-off-job-training.html?m=1/ diakses 6 Maret 2013
Herawati, Popon (2008), Modul 9: Pelatihan & Pengembangan, Pusat Pengembangan Bahan Ajar – UMB. Diakses pada 04 Maret 2013 dari http://kk.mercubuana.ac.id/files/31004-9-564085135657.pdf
Stocks, J.T. (2000), Introduction to Single Subject Design. Diakses pada 05 Maret 2013 dari https://www.msu.edu/user/sw/ssd/issd10d.htm
Raja Presentasi (1985) Meningkatkan Efektivitas Training [WWW] rajapresentasi. Available from : http://rajapresentasi.com/2008/10/meningkatkan-efektivitas-pelatihan-sdm/ [Accessed 06/03/2013].
Haryanto (2009) Tinjauan Tentang Analisis Pengukuran Efektifitas Diklat. In: Jakarta, 2009. Jakarta: Perencana Madya - Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana.
Rachmawati, Ike Kusdiyah, Hj., SE, MM. (2007) manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta : Penerbit ANDI.
Train To Gain (2005) How to Evaluate Individual Training and Development. [WWW] Available from : _______________. [Accessed 04/03/2013]
Sari, Kumala (2007) Jurus Jitu Evaluasi Pelatihan. viewed 5 March 2012. (http://www.portalhr.com/komunitas/opini/jurus-jitu-evaluasi-pelatihan/)
Junita.2012.Evaluasi Pelatihan, viewed 5 March 2013, (http://langkahkecil-junita.blogspot.com/2012/01/evaluasi-pelatihan.html)
Syahputri, Utari.2012. Orientasi Pelatihan dan Pengembangan. http://ultari.blog.esaunggul.ac.id/2012/03/22/orientasi-pelatihan-dan-pengembangan. .diakses pada tanggal 5 maret 2013 pada pukul 20.00 WIB
Hardiansyah.2011.Metode Latihan dan Pengembangan karyawan . http://hastagfire.wordpress.com/2011/12/04/metode-latihan-dan-pengembangan-karyawan/ diakses pada tanggal 5 Maret 2013 pada pukul 19.00
(Sentana, Aso. 2004. Key Result Area: Penggayan Potensi Kepemimpinan Bisnis Berbasis Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia)
Marihot Tua Efendi Hariandja. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Grasindo)
Khoiri, 2011. Kelebihan dan Kekurangan Metode Role Playing diakses pada tangga 14 Meret 2013 dari http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2244214-kelebihan-dan-kekurangan-metode-role/
Sondang P.,Siagian.1999.Manajemen Sumber Daya Manusia.Jakarta:Bumi Aksara

0 Response to " "

Post a Comment

Jika bermanfaat, Silahkan Tinggalkan Komentarnya :)